MEMPERHATIKAN YANG TIDAK TERPERHATIKAN
(Yohanes 5:1-9)
Salah-satu isue yang beredar di akhir tahun 1996 yang cukup menggelisahkan warga metropolis Surabaya adalah isue "penyuntikan AIDS". Diceritakan bahwa di tempat-tempat keramaian ada orang yang sudah mengidap penyakit AIDS mengambil bekas suntikan dirinya lalu disuntik kepada para pengunjung plaza-plaza, supaya mereka juga ditulari penyakit AIDS. Hal ini membuat cukup banyak orang baik remaja, pemuda maupun orang dewasa enggan berkunjung ke plaza-plaza, karena tempat-tempat ini dianggap cukup rawan.
Motivasi dari penyebar isue tersebut tidak kita ketahui, tetapi yang pasti menurut syinyalir dari berbagai pihak yang bisa dipercaya karena adanya persaingan dalam hal bisnis di plaza-plaza. "Persaingan" itu membuat manusia lupa diri, saling sikut-menyikut, siapa yang kuat dia yang menang, sedangkan yang lemah ditekan dan harus mengalah. Untuk mencapai kemenangan mereka tidak segan-segan memakai cara yang jahat yang penting hasilnya, inilah persaingan.
Tanggal 2 Januari 1992 yang lalu, terjadilah suatu peristiwa di Aspen, Clublogde Colorado yang cukup mengejutkan orang-orang Indonesia. Masalahnya sebenarnya sangat sepele, yang pasti bukan perang dunia; terjadi pertengkaran kecil antara dua orang sahabat lama yang sudah saling mengenal sejak dua puluh tahun yang silam. Kalau pertengkaran kecil antara dua orang kecil tidak begitu bermasalah, yang menjadi masalah sekarang adalah pertengkaran tersebut dilakukan oleh dua orang yang cukup tersohor.
Peristiwanya kira-kira begini; Ratna Sari Dewi isteri almarhum mantan presiden pertama Soekarno bertengkar dengan Voctoria Marie Osmena alias Minnie, yang mengakibatkan wajah Minnie berlumuran darah akibat goresan pecahan gelas yang berisi sampanye oleh Dewi.
Masalahnya kurang jelas, tetapi para wartawan mengambil kesimpilan bahwa masalahnya adalah sekitar iri, cemburu dan dendam atau boleh disimpulkan dengan persaingan yang dipendamkan sejak Agustus tahun sebelumnya. Amarahnya meledak-ledak tatkala secara kebetulan mereka berdua diundang untuk menghadiri suatu pesta. Akibat pertengkaran itu, Mannie menuntut Dewi sahabat lamanya sekitar sepuluh ribu dollar Amerika dan Dewi sempat dipenjara selama 34 hari. Sementara itu menurut Dewi masalah ini tidak mungkin dapat didamaikan lagi.
"Persaingan" membuat sahabat baik menjadi lawan, saudara kandung menjadi musuh. Tidak pandang bulu, bagi mereka semua yang menjadi penghalang harus disingkirkan, yang bertentangan harus dihancurkan, yang coba-coba melawan harus dilenyapkan dari permukaan bumi.
Rupanya masalah "persaingan" ini bukan merupakan barang baru, 2000 tahun yang silam peristiwa ini pernah terjadi. Kejadiannya bukan di kota besar seperti di Jakarta, Surabaya atau Medan, tetapi di tepi sebuah kolam yang bernama Betesda. Sebuah kolam yang luasnya diperkirakan hanya 40 m2.
Konon ceritanya pada dasar kolam itu ada arus-bawah tanah yang kadang-kadang menggelembung udara ke atas sehingga air kolam tampak bergelombang. Orang-orang pada saat itu begitu yakin bahwa goncangan air semacam itu disebabkan oleh malaikat, dan siapapun yang pertama kali masuk ke kolam setelah terjadi goncangan air maka segala macam dan apapun penyakitnya akan segera sembuh.
Saudara bisa bayangkan bahwa tatkala air kolam itu bergoncang, maka orang-orang yang berada di tepi kolam itu akan saling berlomba terjun ke kolam. Di tepi kolam itu sudah menunggu begitu banyak orang dengan segala sakit-penyakitnya. Yohanes mencatat ada orang buta, orang timpang, orang lumpuh dan tentu saja masih banyak penderita penyakit lainnya.
Kriteria orang-orang yang sakit itu juga bermacam-macam:
Ada yang sakit, tetapi tubuhnya masih kuat sehingga kalau air kolam itu goncang maka dengan secepat kilat ia dapat melompat ke kolam dan sembuh. Ada yang mungkin sakitnya sudah parah, tubuhnya lemah tetapi ia mempunyai banyak sanak-saudara, sehingga ketika air kolam itu bergoncang maka sanak saudaranya sudah siap siaga melemparkannya ke kolam dan penyakitnya sembuh. Ada yang sakit parah, tubuhnya lemah tidak mempunyai sanak saudara, tetapi mempunyai banyak harta warisan, sehingga ia bisa membayar orang-orang untuk membantu dia, sehingga tatkala air kolam itu bergoncang maka orang-orang yang dibayarnya itu dengan segera akan menolongnya.
Lalu bagaimana dengan teman kita yang miskin ini, dia lumpuh dan tidak mempunyai sanak-saudara. Di tepi kolam ini tidak ada istilah yang datang duluan, maka dia duluan. Di tepi kolam ini tidak ada kamus "giliran". Di tepi kolam ini tidak ada yang bersifat toleransi, yang ada sifat egoisme tinggi. Yang penting saya, yang penting saya; kira-kira begitu. Siapa yang punya uang dia yang menang, sehingga tidak heran di tepi kolam itu ada seseorang yang sudah 38 tahun berbaring di sana karena lumpuh.
38 tahun bukan suatu waktu yang singkat, tetapi selama waktu ini banyak peristiwa yang sudah terlupakan. 38 tahun yang silam saya belum lahir di dunia ini. 38 tahun yang silam kota Surabaya pasti masih sepi. 38 tahun sama seperti waktunya orang-orang Israel mengembara di padang belantara (lih Ulangan 2:14). 38 tahun merupakan waktu yang cukup lama, sulit dibayangkan. Namun teman kita yang lumpuh ini selama 38 tahun menunggu di tepi kolam, belum ada perubahan. Ia akan tetap berada di tepi kolam itu seandainya Tuhan Yesus tidak mengulurkan tangan dan berbelas kasihan untuk menyembuhkannya.
Di tepi kolam itu bukannya tidak ada orang? Banyak sekali orang berlalu lalang, tetapi mata mereka tidak tertuju pada orang yang lumpuh itu. Mereka sibuk dengan kepentingannya sendiri. Seandainya mereka sudah sembuh, maka mereka segera meninggalkan tempat itu. Tidak ada waktu rasanya untuk menolong orang lain, jadi; sekali lagi kita tidak perlu merasa heran jikalau ada orang yang berbaring lumpuh selama 38 tahun.
Lain halnya dengan Tuhan Yesus, di saat-saat semua orang tidak memperhatikan si lumpuh itu, Tuhan Yesus justru memperhatikannya. Alkitab mencatat bahwa saat itu baru selesai suatu perayaan orangYahudi. Tidak diketahui secara pasti perayaan apa yang baru mereka lakukan. Namun menurut tradisi Yahudi ada 3 macam pesta yang harus dirayakan oleh mereka., yaitu Paskah, Pentakosta dan Pondok Daun. Setiap orang Yahudi yang sudah dewasa dan yang tinggal jarak 20 km dari Yerusalem secara hukum diharuskan ikut serta ketiga pesta ini. Seandainya pasal 6 dicatat terlebih dahulu sebelum pasal 5 maka kita bisa menduga bahwa pesta yang dimaksudkan dalam perikop ini adalah pesta Pentakosta, sebab dalam pasal 6 diceritakan bahwa ketika itu pesta Paskah sudah dekat (Yoh 6:4).
Tatkala Yesus tiba di Yerusalem, ia sendirian saja, keadaan murid-murid-Nya tidak disebutkan. Ia meliwati kolam Betesda, dan mata-Nya tertuju melihat seorang yang lumpuh berbaring di situ. Ayat 6 mencatat "Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena ia tahu, bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah ia kepadanya "Maukah EngkauSembuh". Saudara, tatakala Yesus bertanya "Maukah Engkau Sembuh?" Itu berarti Yesus mau katakan: Maukah engkau menyerahkan dirimu sebagaimana adamu ke dalam tanganku?"Maukah engkau membiarkan Aku berbuat sesuatu yang tak dapat engkau perbuat sendiri? Maukah engkau percaya sepenuhnya kepadaku?" Rupanya tidak selalu orang yang malang mau ditolong. Orang-orang yang tak berdaya kadang-kadang mempergunakan kelemahannya untuk mencari simpati dan keuntungan dari kawannya. ada orangh yang sudah terlalu menderita sehingga putus asa, dan menyerah kepada keadaan; dan orang-orang seperti ini biasanya merindukan supya dirinya cepat mati. Kita tidak tahu bagaimana motivasi si lumpuh ini, tetapi saya yakin orang ini masih murni, ingin dirinya sembuh tentunya.
Baca ayat 7, jawaban orang sakit itu "Tuhan, tidak ada orang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya goncang. Dan aku sementara menuju kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku" Saudara, hal ini sangat menyedihkan tetapi cocok dengan kehidupan. Ketika "TabibAgung" itu bertanya "Maukah engkausembuh"? Orang lumpuh itu tidak segera menjawab "Ya Tuhan tolonglah saya" atau "Ya Tuhan saya mau". Tetapi jawabnya "Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu? Si lumpuh bingung dengan apa yang paling dia harapkan, yakni kesembuhan. Namun Tuhan Yesus tidak memperdulikan itu. Ayat 8 mencatat Yesus menyuruh dia "Bangunlah, angkat tilammu dan berjalanlah, inilah anugerah." (Nb: tilam mereka pada waktu terbuat dari kain yang sangat mudah digulung)."
Secara manusia sebenarnya si lumpuh tidak sanggup berbuat apa-apa lagi, tetapi Yesus datng dan berkata "Angkatlah tilammu dan berjalanlah". Itu berarti ia harus membuang jauh-jauh tilam yang selama ini membuat ia menderita. Sekarang ia segera bebas dari segala penderitaan, dan kebebasannya merupakan kebebasan yang bertanggung jawab.
Peristiwa di tepi kolam Betesda sudah berlalu, orang yang lumpuh itupun sudah sembuh. Namun saudara, tahukah anda bahwa hari ini banyak orang-orang percaya masih menciptakan Betesda-Betesda baru? Sebagai orang percaya, bukankah kita sudah diselamatkan oleh Tuhan Yesus? Kita ibaratnya orang lumpuh yang berada di tepi kolam, sudah tidak ada pengharapan lagi. Namun Yesus datang, seakan-akan kita diterjunkan ke kolam dan sembuh. Harus diingat semua itu bukan jasa kita
.
Hari ini masih banyak saudara, tetangga, dan teman-teman kita yang masih di "tepi kolam". Mereka sedang menanti dan menanti terus, sementara itu tidak pernah ada tangan yang datng menolong. Mengapa? Sebab tatkala kita ketemu mereka, bukan berita Injil yang kita ceritakan, tetapi masalah film, belanja (shopping), pesta dan lain-lain. Lain halnya denganYesus, Ia tidak demikian, tetapi Yesus memberikan yang terbaik bagi orang-orang yang Dia temui. Yesus memperhatikan mereka yang tidak diperhatikan.
(Yohanes 5:1-9)
Salah-satu isue yang beredar di akhir tahun 1996 yang cukup menggelisahkan warga metropolis Surabaya adalah isue "penyuntikan AIDS". Diceritakan bahwa di tempat-tempat keramaian ada orang yang sudah mengidap penyakit AIDS mengambil bekas suntikan dirinya lalu disuntik kepada para pengunjung plaza-plaza, supaya mereka juga ditulari penyakit AIDS. Hal ini membuat cukup banyak orang baik remaja, pemuda maupun orang dewasa enggan berkunjung ke plaza-plaza, karena tempat-tempat ini dianggap cukup rawan.
Motivasi dari penyebar isue tersebut tidak kita ketahui, tetapi yang pasti menurut syinyalir dari berbagai pihak yang bisa dipercaya karena adanya persaingan dalam hal bisnis di plaza-plaza. "Persaingan" itu membuat manusia lupa diri, saling sikut-menyikut, siapa yang kuat dia yang menang, sedangkan yang lemah ditekan dan harus mengalah. Untuk mencapai kemenangan mereka tidak segan-segan memakai cara yang jahat yang penting hasilnya, inilah persaingan.
Tanggal 2 Januari 1992 yang lalu, terjadilah suatu peristiwa di Aspen, Clublogde Colorado yang cukup mengejutkan orang-orang Indonesia. Masalahnya sebenarnya sangat sepele, yang pasti bukan perang dunia; terjadi pertengkaran kecil antara dua orang sahabat lama yang sudah saling mengenal sejak dua puluh tahun yang silam. Kalau pertengkaran kecil antara dua orang kecil tidak begitu bermasalah, yang menjadi masalah sekarang adalah pertengkaran tersebut dilakukan oleh dua orang yang cukup tersohor.
Peristiwanya kira-kira begini; Ratna Sari Dewi isteri almarhum mantan presiden pertama Soekarno bertengkar dengan Voctoria Marie Osmena alias Minnie, yang mengakibatkan wajah Minnie berlumuran darah akibat goresan pecahan gelas yang berisi sampanye oleh Dewi.
Masalahnya kurang jelas, tetapi para wartawan mengambil kesimpilan bahwa masalahnya adalah sekitar iri, cemburu dan dendam atau boleh disimpulkan dengan persaingan yang dipendamkan sejak Agustus tahun sebelumnya. Amarahnya meledak-ledak tatkala secara kebetulan mereka berdua diundang untuk menghadiri suatu pesta. Akibat pertengkaran itu, Mannie menuntut Dewi sahabat lamanya sekitar sepuluh ribu dollar Amerika dan Dewi sempat dipenjara selama 34 hari. Sementara itu menurut Dewi masalah ini tidak mungkin dapat didamaikan lagi.
"Persaingan" membuat sahabat baik menjadi lawan, saudara kandung menjadi musuh. Tidak pandang bulu, bagi mereka semua yang menjadi penghalang harus disingkirkan, yang bertentangan harus dihancurkan, yang coba-coba melawan harus dilenyapkan dari permukaan bumi.
Rupanya masalah "persaingan" ini bukan merupakan barang baru, 2000 tahun yang silam peristiwa ini pernah terjadi. Kejadiannya bukan di kota besar seperti di Jakarta, Surabaya atau Medan, tetapi di tepi sebuah kolam yang bernama Betesda. Sebuah kolam yang luasnya diperkirakan hanya 40 m2.
Konon ceritanya pada dasar kolam itu ada arus-bawah tanah yang kadang-kadang menggelembung udara ke atas sehingga air kolam tampak bergelombang. Orang-orang pada saat itu begitu yakin bahwa goncangan air semacam itu disebabkan oleh malaikat, dan siapapun yang pertama kali masuk ke kolam setelah terjadi goncangan air maka segala macam dan apapun penyakitnya akan segera sembuh.
Saudara bisa bayangkan bahwa tatkala air kolam itu bergoncang, maka orang-orang yang berada di tepi kolam itu akan saling berlomba terjun ke kolam. Di tepi kolam itu sudah menunggu begitu banyak orang dengan segala sakit-penyakitnya. Yohanes mencatat ada orang buta, orang timpang, orang lumpuh dan tentu saja masih banyak penderita penyakit lainnya.
Kriteria orang-orang yang sakit itu juga bermacam-macam:
Ada yang sakit, tetapi tubuhnya masih kuat sehingga kalau air kolam itu goncang maka dengan secepat kilat ia dapat melompat ke kolam dan sembuh. Ada yang mungkin sakitnya sudah parah, tubuhnya lemah tetapi ia mempunyai banyak sanak-saudara, sehingga ketika air kolam itu bergoncang maka sanak saudaranya sudah siap siaga melemparkannya ke kolam dan penyakitnya sembuh. Ada yang sakit parah, tubuhnya lemah tidak mempunyai sanak saudara, tetapi mempunyai banyak harta warisan, sehingga ia bisa membayar orang-orang untuk membantu dia, sehingga tatkala air kolam itu bergoncang maka orang-orang yang dibayarnya itu dengan segera akan menolongnya.
Lalu bagaimana dengan teman kita yang miskin ini, dia lumpuh dan tidak mempunyai sanak-saudara. Di tepi kolam ini tidak ada istilah yang datang duluan, maka dia duluan. Di tepi kolam ini tidak ada kamus "giliran". Di tepi kolam ini tidak ada yang bersifat toleransi, yang ada sifat egoisme tinggi. Yang penting saya, yang penting saya; kira-kira begitu. Siapa yang punya uang dia yang menang, sehingga tidak heran di tepi kolam itu ada seseorang yang sudah 38 tahun berbaring di sana karena lumpuh.
38 tahun bukan suatu waktu yang singkat, tetapi selama waktu ini banyak peristiwa yang sudah terlupakan. 38 tahun yang silam saya belum lahir di dunia ini. 38 tahun yang silam kota Surabaya pasti masih sepi. 38 tahun sama seperti waktunya orang-orang Israel mengembara di padang belantara (lih Ulangan 2:14). 38 tahun merupakan waktu yang cukup lama, sulit dibayangkan. Namun teman kita yang lumpuh ini selama 38 tahun menunggu di tepi kolam, belum ada perubahan. Ia akan tetap berada di tepi kolam itu seandainya Tuhan Yesus tidak mengulurkan tangan dan berbelas kasihan untuk menyembuhkannya.
Di tepi kolam itu bukannya tidak ada orang? Banyak sekali orang berlalu lalang, tetapi mata mereka tidak tertuju pada orang yang lumpuh itu. Mereka sibuk dengan kepentingannya sendiri. Seandainya mereka sudah sembuh, maka mereka segera meninggalkan tempat itu. Tidak ada waktu rasanya untuk menolong orang lain, jadi; sekali lagi kita tidak perlu merasa heran jikalau ada orang yang berbaring lumpuh selama 38 tahun.
Lain halnya dengan Tuhan Yesus, di saat-saat semua orang tidak memperhatikan si lumpuh itu, Tuhan Yesus justru memperhatikannya. Alkitab mencatat bahwa saat itu baru selesai suatu perayaan orangYahudi. Tidak diketahui secara pasti perayaan apa yang baru mereka lakukan. Namun menurut tradisi Yahudi ada 3 macam pesta yang harus dirayakan oleh mereka., yaitu Paskah, Pentakosta dan Pondok Daun. Setiap orang Yahudi yang sudah dewasa dan yang tinggal jarak 20 km dari Yerusalem secara hukum diharuskan ikut serta ketiga pesta ini. Seandainya pasal 6 dicatat terlebih dahulu sebelum pasal 5 maka kita bisa menduga bahwa pesta yang dimaksudkan dalam perikop ini adalah pesta Pentakosta, sebab dalam pasal 6 diceritakan bahwa ketika itu pesta Paskah sudah dekat (Yoh 6:4).
Tatkala Yesus tiba di Yerusalem, ia sendirian saja, keadaan murid-murid-Nya tidak disebutkan. Ia meliwati kolam Betesda, dan mata-Nya tertuju melihat seorang yang lumpuh berbaring di situ. Ayat 6 mencatat "Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena ia tahu, bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah ia kepadanya "Maukah EngkauSembuh". Saudara, tatakala Yesus bertanya "Maukah Engkau Sembuh?" Itu berarti Yesus mau katakan: Maukah engkau menyerahkan dirimu sebagaimana adamu ke dalam tanganku?"Maukah engkau membiarkan Aku berbuat sesuatu yang tak dapat engkau perbuat sendiri? Maukah engkau percaya sepenuhnya kepadaku?" Rupanya tidak selalu orang yang malang mau ditolong. Orang-orang yang tak berdaya kadang-kadang mempergunakan kelemahannya untuk mencari simpati dan keuntungan dari kawannya. ada orangh yang sudah terlalu menderita sehingga putus asa, dan menyerah kepada keadaan; dan orang-orang seperti ini biasanya merindukan supya dirinya cepat mati. Kita tidak tahu bagaimana motivasi si lumpuh ini, tetapi saya yakin orang ini masih murni, ingin dirinya sembuh tentunya.
Baca ayat 7, jawaban orang sakit itu "Tuhan, tidak ada orang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya goncang. Dan aku sementara menuju kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku" Saudara, hal ini sangat menyedihkan tetapi cocok dengan kehidupan. Ketika "TabibAgung" itu bertanya "Maukah engkausembuh"? Orang lumpuh itu tidak segera menjawab "Ya Tuhan tolonglah saya" atau "Ya Tuhan saya mau". Tetapi jawabnya "Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu? Si lumpuh bingung dengan apa yang paling dia harapkan, yakni kesembuhan. Namun Tuhan Yesus tidak memperdulikan itu. Ayat 8 mencatat Yesus menyuruh dia "Bangunlah, angkat tilammu dan berjalanlah, inilah anugerah." (Nb: tilam mereka pada waktu terbuat dari kain yang sangat mudah digulung)."
Secara manusia sebenarnya si lumpuh tidak sanggup berbuat apa-apa lagi, tetapi Yesus datng dan berkata "Angkatlah tilammu dan berjalanlah". Itu berarti ia harus membuang jauh-jauh tilam yang selama ini membuat ia menderita. Sekarang ia segera bebas dari segala penderitaan, dan kebebasannya merupakan kebebasan yang bertanggung jawab.
Peristiwa di tepi kolam Betesda sudah berlalu, orang yang lumpuh itupun sudah sembuh. Namun saudara, tahukah anda bahwa hari ini banyak orang-orang percaya masih menciptakan Betesda-Betesda baru? Sebagai orang percaya, bukankah kita sudah diselamatkan oleh Tuhan Yesus? Kita ibaratnya orang lumpuh yang berada di tepi kolam, sudah tidak ada pengharapan lagi. Namun Yesus datang, seakan-akan kita diterjunkan ke kolam dan sembuh. Harus diingat semua itu bukan jasa kita
.
Hari ini masih banyak saudara, tetangga, dan teman-teman kita yang masih di "tepi kolam". Mereka sedang menanti dan menanti terus, sementara itu tidak pernah ada tangan yang datng menolong. Mengapa? Sebab tatkala kita ketemu mereka, bukan berita Injil yang kita ceritakan, tetapi masalah film, belanja (shopping), pesta dan lain-lain. Lain halnya denganYesus, Ia tidak demikian, tetapi Yesus memberikan yang terbaik bagi orang-orang yang Dia temui. Yesus memperhatikan mereka yang tidak diperhatikan.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home