HIDUP BERKEMENANGAN
HIDUP BERKEMENANGAN
Mazmur 13:1-6
Sering kali di dalam kehidupan sehari-hari kita merasa ragu untuk menceritakan pada orang lain bahwa sesungguhnya kita ini ragu-ragu akan keberadaan Tuhan. Bagaimana kita tidak ragu? Kita merasa telah melakukan cukup banyak untuk Tuhan. Kita berkorban untuk Dia. Kita menghabiskan tenaga , waktu dan pikiran bahkan uang. Tidak jarang pekerjaan dan keluarga menjadi korban juga gara-gara pelayanan di gereja. Lalu apa hasilnya? Justru segala persoalan, permasalahan dan kesulitan masih saja muncul dalam kehidupan ini? Apa kesalahannya? Apa yang kurang beres? Pertanyaan ini kita simpan di dalam hati, tanpa orang lain boleh mengetahuinya. Kita diam seribu bahasa. Kita tidak berani menceritakan kepada siapapun. Resikonya sangat besar.
Kita bisa dicap kurang rohani, kurang beriman. Apalagi yang mengalami persoalan ini adalah pengurus atau majelis gereja. Terlebih-lebih lagi kalau beliau adalah hamba Tuhan. Orang-orang akan mencemooh kita. “Apa-apaan ini? Pengurus gereja namun masih meragukan Tuhan? Bila pendeta sempat mendengar mungkin Anda akan dipanggil dan dikira belum bertobat. Lebih lebih ekstrem lagi Anda diminta ikut kelas Katekisasi ulang.
Tatkala kita berada dalam posisi demikian, dan pada saat-saat kita merasa ragu. Pernahkah kita ragu atas keragu-raguan kita itu?
Mari kita melihat sedikit latar belakang sipenulis Mazmur ini. Setelah Saul mendengar suara para wanita Yerusalem bernyani memuji kemenangan Daud yang mengalahkan raksasa Goliat, maka mulai saat itu juga kehidupan Daud semakin terancam. Bayangkan saja , tatkala ia dengan santai memetik Kecapi menghibur Saul, tiba-tiba saja sebuah tombak menghujam ke arahnya; namun atas perlindungan TUHAN, Daud lolos. Tidak terhenti sampai di situ. Saul dengan berbagai cara hendak menghabisi Daud. Itu sebabnya Daud harus lari pontang-panting, sembunyi di gua-gua. Sementara itu orang-orangnya Saul tidak henti-hentinya menyerang. Itu sebabnya Daud berada pada posisi yang begitu tertekan dan terjepit. Inilah pengalaman pahit yang pernah dijalani oleh Daud.
Mazmur 13 yang ditulis oleh Daud ini berkisar pada persoalan yang hampir sama. Ayat ini dimulai dengan 4 buah pertanyaan? “Berapa lama lagi TUHAN, kau lupakan aku terus menerus? (How long O Lord, will You forgetme forever). Berapa lama lagi Kau sembunyikan wajah-Mu terhadap aku? (How long will You hide Your face from me?) Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku dan bersedih sepanjang hari? (How long must I bear pain in my Soul and have sorrow in my heart all day long?) Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri atasku? (How long shall my enemy be excalted over me?)
Pertanyaan yang secara bertubi-tubi dilontarkan oleh si pemazmur membuktikan bahwa beliau merasa berada pada posisi yang kurang menguntungkan. Kita tidak tahu persis kondisinya pada waktu ia menulis bagian ini. Namun ada dugaan bahwa pemazmur itu takut meninggal dunia, sehingga diperkirakan dia sedang dalam kondisi sakit, coba banding dengan Mazmur 6. Kenapa dan sakitnya apa kita tidak tahu. Bisa saja karena serangan dari musuh sehingga ia bukan sakit secara jasmani, namun sakit mental.
Rupanya pemazmur mulai merasa kuatir , jangan-jangan pengharapannya akan TUHAN itu sia-sia belaka. Imannya tidak dapat pernah mendapat stimulasi dari TUHAN. Doanya belum terjawab. Musuh bertambah banyak mengancam, bahkan saat ini para musuh semakin jaya. Persoalan juga bertambah. Semua kejadian dan keadaan ini yang mengakibatkan pemazmur menjerit dengan suara keras? Berapa lama lagi TUHAN? Kalau kita bandingkan dengan nabi Habakuk, kondisinya juga sama. Orang-orang kafir tiba-tiba menajdi lebih makmur, tanamannya lebih subur. Habakuk juga bingung akan hal ini. Maka ia menjerit “Berapa lama lagi TUHAN”
Kalau kita mau jujur, tanpa disadari kita juga sering menjerit demikian. Tatkala muncul berbagai kekusutan persoalan rumah tangga kita. Ditambah lagi kita mengalami berbagai masalah di kantor, rekan-kerja, kondisi yang tidak menyenangkan. Atau hubungan anatara sesama sanak famili terjadi ketegangan. Atau persoalan ekonomi keluarga yang membuat kita tidak konsentrasi belajar dan bekerja. Nah, persoalan yang bertubi-tubi ini, sering kali memacu kita bertanya pada TUHAN, berapa lagi TUHAN? Kadang hal ini yang membuat kita ragu akan Tuhan.
Salah seorang teman saya yang melayani di Bandung, saat ini sedang berduka-cita. Sebab adik lakinya yang hendak menikah seminggu lagi (mungkin Minggu ini), namun minggu lalu dibunuh oleh orang yang tidak dikenal. Undangan telah dibagikan, semua sudah dipersiapkan, namun kemalangan ini terjadi. Saya dapat membayangkan sang calon pengantin sudah mencoba pakaian pengantin. Mungkin juga rencana honeymoon ke Luar Negeri sudah dipersiapkan. Tetapi, semua sirna, lenyap begitu saja. Dalam kondisi demikain orang dapat mejerit kepada TUHAN berapa lama lagi?
Saya juga bisa merasakan perasaan bagi mereka yang keluarganya mengalami korban gempa di Jogjakarta. Barang kali mereka baru saja bangun pagi, mungkin juga ada rencana-rencana masa depan yang sudah diprogramkan. Namun bencana yang tiba-tiba terjadi seakan-akan tanpa belas kasihan telah menghancurkan segala impian mereka.
Saya kurang tahu apakah Anda pernah bertanya berapa lama kepada TUHAN atau tidak? Kadang dalam perjalanan melayani TUHAN dan tatkala diperhadapkan pada kondisi tertentu saya pernah bertanya demikian. Berapa lama lagi TUHAN? Berapa lama lagi TUHAN , kami sudah berlutut berdoa bahkan juga dengan doa puasa, namun kerinduan jemaat ini akan sebuah Gedung Gereja milik sendiri belum terwujud? Berapa lama lagi Engkau Tuhan membiarkan salah seorang keluarga jemaat di tempat ini menanti terus menerus seorang anak? Berapa lama lagi?
Coba perhatikan kembali ayat 4.
Dalam kondisi kekuatiran , pemazmur kembali berhadapan dengan para musuhnya. Tadinya mereka berimbang, namun sekarang para musuhnya telah melebihinya. Mereka kemungkinan besar mengenyek, menghina dan bersorak-sorak. Itu sebabnya kembali pemazmur berkata “Pandanglah kiranya, jawablah aku, ya TUHAN, Allahku! Buatlah mataku bercahaya, supaya jangan aku tertidur dan mati” (NIV menerjemahkan Give light to my eyes, or I wil sleep in death” sedangkan NRSV “ Give light to my eyes, or I will sleep the sleep of death”). Terjemahan dalam NIV dan NRSV memakai “atau”, menunjukkan suatu permohonan pilihan yang menegaskan. “Berikan cahaya atau mati, kira-kira demikian. Ayat ini juga berarti suatu pemulihan (restore), suatu kesembuhan.
Pada saat kita mengalami kesulitan ditambah keterpojokan posisi kita, kadang orang-orang sekitar tidak ada yang dapat mengerti kita. Mungkin mereka juga mengenyek kita dan bersorak akan kegagalan kita. Kita tidak dapat menceritakan pergumulan hidup ini kepada mereka. Satu-satunya cara adalah menceritakan segala persoalan ini kepada Tuhan melalui doa-doa pribadi kita. Kita boleh sepuas-puasnya menceritakan segala hal.
Di beberapa tempat retreat tertentu kadang ada fasilitas bukit untuk kita naik ke sana dan berdoa menyendiri. Waktu itulah kita boleh melampiaskan segala curahan perasaan bagi TUHAN. TUHAN adalah Bapa kita, maka kita tidak perlu sungkan menceritakan kepada-Nya. Saya bersyukur sebagai pendeta, dan tiap minggu diberikan kesempatan berkotbah. Jadi kalau saya melampiaskan pertanyaan-pertanyaan pada TUHAN dalam kotbah tidak masalah. Doa itu bukan sekadar reaksi yang wajar dari orang benar terhadap berbagai kesukaran, namun doa juga merupakan obat mujarab melawan kesesakan hidup. Pernahkah Anda merasakannya?
Terlihat sekali berbagai tuntutan Daud bahwa ia merasa ketidaksabaran menanti jawaban TUHAN. Tuhan seakan-akan bertindak sangat lambat, sementara persoalan datang bertubi-tubi dan cepat. Sama seperti kebanyakan orang, kita lebih senang minta agar TUHAN dengan segala kuasanya menghentikan segala persoalan tersebut. Kita sering lupa bahwa TUHAN juga sanggup memberikan kekuatan pada kita untuk menghadapi dan menang atas persoalan itu. Ayat 5-6 “ Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu. Aku mau menyanyi untuk TUHAN, karena Ia telah berbuat baik kepadaku. “
Daud mulai sadar, ia melihat ternyata TUHAN Allah yang disembah itu adalah TUHAN yang penuh kasih setia-Nya (unfailing love). Untuk itu maka respon yang ditujukan pada TUHAN adalah ia harus bangkit dari permasalahan dan kesulitan, bukan tenggelam dan terbawa arus. Hidup manusia begitu rapuh , bukan hanya rapu tetapi hidup kita sekaligus begitu lapuk. Gampang rusak. Ia ibarat mutiara yang harus dijaga setiap saat. Itu sebabnya tanpa Kasih setia Tuhan maka semua itu tidak akan terpelihara dengan baik. Antara hidup Normal dengan tidak jaraknya sangat dekat. Manusia normal jika tidak ada penyerahan total pada Tuhan, maka kehidupannya gampang sekali berubah menjadi abnormal.
Kasih setia Tuhan sangat terlihat di dalam diri Daud, bayangkan saja; berbagai bahaya yang semestinya terjadi di dalam dirinya, namun ia senantiasa terluput darinya. Providensi Tuhan sangat nyata di dalam diri Daud. Itu sebabnya imannya mulai terstimulasi, ia menjadi percaya. Bukan hanya itu, ia juga bersorak-sorak; karena penyelamatan dari Tuhan itu jelas dan nyata. Seorang penafsir mengatakan apabila engkau bangkit kembali di dalam Tuhan maka engkau pasti akan bangkit pula dari keputusasaan hidup ini. Inilah yang dimaksud dengan hidup yang berkemenangan itu.
Pelajaran rohani yang kita peroleh dari Daud hari ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama, bahwa sebagai manusia kita begitu rapuh dan lapuk. Itu sebabnya bila ada tekanan, kesulitan, persoalan, sakit, dan keputusasaan yang menimpa, kita gampang protes dan bahkan marah serta lupa diri . Namun Tuhan kadang membiarkan itu berjalan terus di dalam hidup kita, hingga kita memasuki tahap kedua. Bukan berarti IA meninggalkan kita, IA mau kita benar-benar sadar bahwa kita butuh pertolongan dari-Nya. Memasuki Tahap ke tiga, ini merupakan Tahap penentuan, ternyata Tuhan yang disembah memang benar-benar memiliki kuasa yang dahsyat. IA sanggup memberikan kita kekuasaan menghadapi berbagai persoalan yang sulit, dan bukan hanya itu. IA juga membawa kita menuju kemenangan.
Dalam rangka memperingati Hari Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga, kita diingatkan kembali bahwa IA pergi bukan meninggalkan kita begitu saja. Tetapi di sana IA menyediakan tempat buat kita. Suatu jaminan yang pasti. Kalau kita sudah memiliki suatu jaminan dan pengharapan yang pasti seperti ini, maka selama proses perjalanan menuju ke sana apabila mengalami berbagai rintangan dan hambatan tentu tidak masalah lagi.
Kesalahan terbesar dari setiap manusia adalah, kita lebih senang kalau prosesnya dihilangkan. Kita selalu mau mengambil jalan pintas. Namun pernahkah kita bayangkan jikalau Tuhan juga memakai jalan pintas. Pernahkah kita terpikir mengapa suatu hari yang kita lewati itu 24 jam lamanya. Seakan-akan cukup lama. Ada yang merasa bosan. Namun pernahkah kita juga berpikir apa yang akan terjadi seandainya satu hari hanya kita lewati dalam jangka waktu 5 menit. Pada saat itulah waktu berjalan begitu cepat? Kita tidak sempat melakukan sesuatu. Namun dengan adanya proses waktu yang normal saat ini yang disertai segala permasalahan yang kita hadapi, ditambah lagi kemenangan yang kita peroleh. Kita dapat menyaksikannya kepada orang-orang bahwa Tuhan yang kita sembah bukan Tuhan yang tidak berdaya. Tetapi IA adalah Tuhan yang berkuasa memberikan menyelesaikan mandate kepada kita menghadapi masalah dan IA sanggup menyelesaikannya.
Jika malam hari saya hendak berangkat dari San Jose menuju San Francisco, saya butuh lampu mobil. Namun saya tidak butuh lampu yang dapat menyinari dari San Jose hingga San Francisco. Lampu yang saya butuh adalah , lampu yang sesuai jarak pandang saya mungkin sepuluh hingga dua puluh meter saja sudah cukup. Yang penting adalah saya mengerti direction, dan pasti saya akan tiba di San Francisco. Jadi setiap miles saya boleh dituntun oleh lampu tersebut sudah cukup. Demikian juga proses perlindungan Tuhan dalam hidup kita. Kalau hari ini kita melewati hari-hari kita, itu sudah pertanda Tuhan memelihara kita.
Bersyukurlah kita sekarang ini hidup di dalam jaman Anugerah. Tuhan mengutus Yesus senantiasa mendampingi kita. Kuasanya yang dahsyat melampaui alam semesta. Kita sungguh yakin bahwa IA sanggup memberikan kekuatan kepada kita menghadapi segala persoalan. Kalau tidak , maka tidak mungkin IA mengatakan “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu”. (Matius 11 : 28)
Mazmur 13:1-6
Sering kali di dalam kehidupan sehari-hari kita merasa ragu untuk menceritakan pada orang lain bahwa sesungguhnya kita ini ragu-ragu akan keberadaan Tuhan. Bagaimana kita tidak ragu? Kita merasa telah melakukan cukup banyak untuk Tuhan. Kita berkorban untuk Dia. Kita menghabiskan tenaga , waktu dan pikiran bahkan uang. Tidak jarang pekerjaan dan keluarga menjadi korban juga gara-gara pelayanan di gereja. Lalu apa hasilnya? Justru segala persoalan, permasalahan dan kesulitan masih saja muncul dalam kehidupan ini? Apa kesalahannya? Apa yang kurang beres? Pertanyaan ini kita simpan di dalam hati, tanpa orang lain boleh mengetahuinya. Kita diam seribu bahasa. Kita tidak berani menceritakan kepada siapapun. Resikonya sangat besar.
Kita bisa dicap kurang rohani, kurang beriman. Apalagi yang mengalami persoalan ini adalah pengurus atau majelis gereja. Terlebih-lebih lagi kalau beliau adalah hamba Tuhan. Orang-orang akan mencemooh kita. “Apa-apaan ini? Pengurus gereja namun masih meragukan Tuhan? Bila pendeta sempat mendengar mungkin Anda akan dipanggil dan dikira belum bertobat. Lebih lebih ekstrem lagi Anda diminta ikut kelas Katekisasi ulang.
Tatkala kita berada dalam posisi demikian, dan pada saat-saat kita merasa ragu. Pernahkah kita ragu atas keragu-raguan kita itu?
Mari kita melihat sedikit latar belakang sipenulis Mazmur ini. Setelah Saul mendengar suara para wanita Yerusalem bernyani memuji kemenangan Daud yang mengalahkan raksasa Goliat, maka mulai saat itu juga kehidupan Daud semakin terancam. Bayangkan saja , tatkala ia dengan santai memetik Kecapi menghibur Saul, tiba-tiba saja sebuah tombak menghujam ke arahnya; namun atas perlindungan TUHAN, Daud lolos. Tidak terhenti sampai di situ. Saul dengan berbagai cara hendak menghabisi Daud. Itu sebabnya Daud harus lari pontang-panting, sembunyi di gua-gua. Sementara itu orang-orangnya Saul tidak henti-hentinya menyerang. Itu sebabnya Daud berada pada posisi yang begitu tertekan dan terjepit. Inilah pengalaman pahit yang pernah dijalani oleh Daud.
Mazmur 13 yang ditulis oleh Daud ini berkisar pada persoalan yang hampir sama. Ayat ini dimulai dengan 4 buah pertanyaan? “Berapa lama lagi TUHAN, kau lupakan aku terus menerus? (How long O Lord, will You forgetme forever). Berapa lama lagi Kau sembunyikan wajah-Mu terhadap aku? (How long will You hide Your face from me?) Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku dan bersedih sepanjang hari? (How long must I bear pain in my Soul and have sorrow in my heart all day long?) Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri atasku? (How long shall my enemy be excalted over me?)
Pertanyaan yang secara bertubi-tubi dilontarkan oleh si pemazmur membuktikan bahwa beliau merasa berada pada posisi yang kurang menguntungkan. Kita tidak tahu persis kondisinya pada waktu ia menulis bagian ini. Namun ada dugaan bahwa pemazmur itu takut meninggal dunia, sehingga diperkirakan dia sedang dalam kondisi sakit, coba banding dengan Mazmur 6. Kenapa dan sakitnya apa kita tidak tahu. Bisa saja karena serangan dari musuh sehingga ia bukan sakit secara jasmani, namun sakit mental.
Rupanya pemazmur mulai merasa kuatir , jangan-jangan pengharapannya akan TUHAN itu sia-sia belaka. Imannya tidak dapat pernah mendapat stimulasi dari TUHAN. Doanya belum terjawab. Musuh bertambah banyak mengancam, bahkan saat ini para musuh semakin jaya. Persoalan juga bertambah. Semua kejadian dan keadaan ini yang mengakibatkan pemazmur menjerit dengan suara keras? Berapa lama lagi TUHAN? Kalau kita bandingkan dengan nabi Habakuk, kondisinya juga sama. Orang-orang kafir tiba-tiba menajdi lebih makmur, tanamannya lebih subur. Habakuk juga bingung akan hal ini. Maka ia menjerit “Berapa lama lagi TUHAN”
Kalau kita mau jujur, tanpa disadari kita juga sering menjerit demikian. Tatkala muncul berbagai kekusutan persoalan rumah tangga kita. Ditambah lagi kita mengalami berbagai masalah di kantor, rekan-kerja, kondisi yang tidak menyenangkan. Atau hubungan anatara sesama sanak famili terjadi ketegangan. Atau persoalan ekonomi keluarga yang membuat kita tidak konsentrasi belajar dan bekerja. Nah, persoalan yang bertubi-tubi ini, sering kali memacu kita bertanya pada TUHAN, berapa lagi TUHAN? Kadang hal ini yang membuat kita ragu akan Tuhan.
Salah seorang teman saya yang melayani di Bandung, saat ini sedang berduka-cita. Sebab adik lakinya yang hendak menikah seminggu lagi (mungkin Minggu ini), namun minggu lalu dibunuh oleh orang yang tidak dikenal. Undangan telah dibagikan, semua sudah dipersiapkan, namun kemalangan ini terjadi. Saya dapat membayangkan sang calon pengantin sudah mencoba pakaian pengantin. Mungkin juga rencana honeymoon ke Luar Negeri sudah dipersiapkan. Tetapi, semua sirna, lenyap begitu saja. Dalam kondisi demikain orang dapat mejerit kepada TUHAN berapa lama lagi?
Saya juga bisa merasakan perasaan bagi mereka yang keluarganya mengalami korban gempa di Jogjakarta. Barang kali mereka baru saja bangun pagi, mungkin juga ada rencana-rencana masa depan yang sudah diprogramkan. Namun bencana yang tiba-tiba terjadi seakan-akan tanpa belas kasihan telah menghancurkan segala impian mereka.
Saya kurang tahu apakah Anda pernah bertanya berapa lama kepada TUHAN atau tidak? Kadang dalam perjalanan melayani TUHAN dan tatkala diperhadapkan pada kondisi tertentu saya pernah bertanya demikian. Berapa lama lagi TUHAN? Berapa lama lagi TUHAN , kami sudah berlutut berdoa bahkan juga dengan doa puasa, namun kerinduan jemaat ini akan sebuah Gedung Gereja milik sendiri belum terwujud? Berapa lama lagi Engkau Tuhan membiarkan salah seorang keluarga jemaat di tempat ini menanti terus menerus seorang anak? Berapa lama lagi?
Coba perhatikan kembali ayat 4.
Dalam kondisi kekuatiran , pemazmur kembali berhadapan dengan para musuhnya. Tadinya mereka berimbang, namun sekarang para musuhnya telah melebihinya. Mereka kemungkinan besar mengenyek, menghina dan bersorak-sorak. Itu sebabnya kembali pemazmur berkata “Pandanglah kiranya, jawablah aku, ya TUHAN, Allahku! Buatlah mataku bercahaya, supaya jangan aku tertidur dan mati” (NIV menerjemahkan Give light to my eyes, or I wil sleep in death” sedangkan NRSV “ Give light to my eyes, or I will sleep the sleep of death”). Terjemahan dalam NIV dan NRSV memakai “atau”, menunjukkan suatu permohonan pilihan yang menegaskan. “Berikan cahaya atau mati, kira-kira demikian. Ayat ini juga berarti suatu pemulihan (restore), suatu kesembuhan.
Pada saat kita mengalami kesulitan ditambah keterpojokan posisi kita, kadang orang-orang sekitar tidak ada yang dapat mengerti kita. Mungkin mereka juga mengenyek kita dan bersorak akan kegagalan kita. Kita tidak dapat menceritakan pergumulan hidup ini kepada mereka. Satu-satunya cara adalah menceritakan segala persoalan ini kepada Tuhan melalui doa-doa pribadi kita. Kita boleh sepuas-puasnya menceritakan segala hal.
Di beberapa tempat retreat tertentu kadang ada fasilitas bukit untuk kita naik ke sana dan berdoa menyendiri. Waktu itulah kita boleh melampiaskan segala curahan perasaan bagi TUHAN. TUHAN adalah Bapa kita, maka kita tidak perlu sungkan menceritakan kepada-Nya. Saya bersyukur sebagai pendeta, dan tiap minggu diberikan kesempatan berkotbah. Jadi kalau saya melampiaskan pertanyaan-pertanyaan pada TUHAN dalam kotbah tidak masalah. Doa itu bukan sekadar reaksi yang wajar dari orang benar terhadap berbagai kesukaran, namun doa juga merupakan obat mujarab melawan kesesakan hidup. Pernahkah Anda merasakannya?
Terlihat sekali berbagai tuntutan Daud bahwa ia merasa ketidaksabaran menanti jawaban TUHAN. Tuhan seakan-akan bertindak sangat lambat, sementara persoalan datang bertubi-tubi dan cepat. Sama seperti kebanyakan orang, kita lebih senang minta agar TUHAN dengan segala kuasanya menghentikan segala persoalan tersebut. Kita sering lupa bahwa TUHAN juga sanggup memberikan kekuatan pada kita untuk menghadapi dan menang atas persoalan itu. Ayat 5-6 “ Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu. Aku mau menyanyi untuk TUHAN, karena Ia telah berbuat baik kepadaku. “
Daud mulai sadar, ia melihat ternyata TUHAN Allah yang disembah itu adalah TUHAN yang penuh kasih setia-Nya (unfailing love). Untuk itu maka respon yang ditujukan pada TUHAN adalah ia harus bangkit dari permasalahan dan kesulitan, bukan tenggelam dan terbawa arus. Hidup manusia begitu rapuh , bukan hanya rapu tetapi hidup kita sekaligus begitu lapuk. Gampang rusak. Ia ibarat mutiara yang harus dijaga setiap saat. Itu sebabnya tanpa Kasih setia Tuhan maka semua itu tidak akan terpelihara dengan baik. Antara hidup Normal dengan tidak jaraknya sangat dekat. Manusia normal jika tidak ada penyerahan total pada Tuhan, maka kehidupannya gampang sekali berubah menjadi abnormal.
Kasih setia Tuhan sangat terlihat di dalam diri Daud, bayangkan saja; berbagai bahaya yang semestinya terjadi di dalam dirinya, namun ia senantiasa terluput darinya. Providensi Tuhan sangat nyata di dalam diri Daud. Itu sebabnya imannya mulai terstimulasi, ia menjadi percaya. Bukan hanya itu, ia juga bersorak-sorak; karena penyelamatan dari Tuhan itu jelas dan nyata. Seorang penafsir mengatakan apabila engkau bangkit kembali di dalam Tuhan maka engkau pasti akan bangkit pula dari keputusasaan hidup ini. Inilah yang dimaksud dengan hidup yang berkemenangan itu.
Pelajaran rohani yang kita peroleh dari Daud hari ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama, bahwa sebagai manusia kita begitu rapuh dan lapuk. Itu sebabnya bila ada tekanan, kesulitan, persoalan, sakit, dan keputusasaan yang menimpa, kita gampang protes dan bahkan marah serta lupa diri . Namun Tuhan kadang membiarkan itu berjalan terus di dalam hidup kita, hingga kita memasuki tahap kedua. Bukan berarti IA meninggalkan kita, IA mau kita benar-benar sadar bahwa kita butuh pertolongan dari-Nya. Memasuki Tahap ke tiga, ini merupakan Tahap penentuan, ternyata Tuhan yang disembah memang benar-benar memiliki kuasa yang dahsyat. IA sanggup memberikan kita kekuasaan menghadapi berbagai persoalan yang sulit, dan bukan hanya itu. IA juga membawa kita menuju kemenangan.
Dalam rangka memperingati Hari Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga, kita diingatkan kembali bahwa IA pergi bukan meninggalkan kita begitu saja. Tetapi di sana IA menyediakan tempat buat kita. Suatu jaminan yang pasti. Kalau kita sudah memiliki suatu jaminan dan pengharapan yang pasti seperti ini, maka selama proses perjalanan menuju ke sana apabila mengalami berbagai rintangan dan hambatan tentu tidak masalah lagi.
Kesalahan terbesar dari setiap manusia adalah, kita lebih senang kalau prosesnya dihilangkan. Kita selalu mau mengambil jalan pintas. Namun pernahkah kita bayangkan jikalau Tuhan juga memakai jalan pintas. Pernahkah kita terpikir mengapa suatu hari yang kita lewati itu 24 jam lamanya. Seakan-akan cukup lama. Ada yang merasa bosan. Namun pernahkah kita juga berpikir apa yang akan terjadi seandainya satu hari hanya kita lewati dalam jangka waktu 5 menit. Pada saat itulah waktu berjalan begitu cepat? Kita tidak sempat melakukan sesuatu. Namun dengan adanya proses waktu yang normal saat ini yang disertai segala permasalahan yang kita hadapi, ditambah lagi kemenangan yang kita peroleh. Kita dapat menyaksikannya kepada orang-orang bahwa Tuhan yang kita sembah bukan Tuhan yang tidak berdaya. Tetapi IA adalah Tuhan yang berkuasa memberikan menyelesaikan mandate kepada kita menghadapi masalah dan IA sanggup menyelesaikannya.
Jika malam hari saya hendak berangkat dari San Jose menuju San Francisco, saya butuh lampu mobil. Namun saya tidak butuh lampu yang dapat menyinari dari San Jose hingga San Francisco. Lampu yang saya butuh adalah , lampu yang sesuai jarak pandang saya mungkin sepuluh hingga dua puluh meter saja sudah cukup. Yang penting adalah saya mengerti direction, dan pasti saya akan tiba di San Francisco. Jadi setiap miles saya boleh dituntun oleh lampu tersebut sudah cukup. Demikian juga proses perlindungan Tuhan dalam hidup kita. Kalau hari ini kita melewati hari-hari kita, itu sudah pertanda Tuhan memelihara kita.
Bersyukurlah kita sekarang ini hidup di dalam jaman Anugerah. Tuhan mengutus Yesus senantiasa mendampingi kita. Kuasanya yang dahsyat melampaui alam semesta. Kita sungguh yakin bahwa IA sanggup memberikan kekuatan kepada kita menghadapi segala persoalan. Kalau tidak , maka tidak mungkin IA mengatakan “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu”. (Matius 11 : 28)
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home