KUALITAS HIDUP ORANG PERCAYA

Friday, March 31, 2006

BERBAHAGIA ORANG YANG SUCI HATINYA

BERBAHAGIA ORANG YANG SUCI HATINYA
(Matius 5 : 8 & Maz 24 : 3-4)

Saya yakin semua orang ingin memiliki standar yang “suci hati”, namun kita tidak sanggup karena kehidupan manusia sejak dahulu telah dicemari oleh dosa sehingga sangat sulit mencapai stadar ini. Itu sebabnya satu-satunya cara yang ditempuh adalah meminta pertolongan Tuhan Yesus.

“Suci hati” terdiri dari dua kata, yakni kata “Suci” yang sering diterjemahkan dengan kata murni. Murni juga berarti dipisahkan dan ditempatkan ke tempat yang khusus., jadi lebih menuju kepada yang seteril. Seperti orang yang menambang emas, ada usaha keras untuk memisahkan emas dari lumpur dan pasir. Sedangkan kalau “Hati” itu urusan yang di dalam dan ini biasanya menyangkut tiga hal, yakni Pikiran, Kehendak dan Emosi. (coba bnd Maz 24 : 3-4)

“Manusia melihat apa yang di depan mata, namun Tuhan melihat hati” (1 Sam 16 :7). Kesucian dan kemurnian hati seseorang tidak dapat dipantau oleh mata manusia ataupun alat-alat kedokteran yang secanggih apapun, hanya Tuhan saja yang dapat memantau kita. Kepada manuisia kita dapat mengelabui, namun jangan sekali-kali kepada Tuhan.

1. Pikiran

Ketika pikiran kita jahat, otomatis mempengaruhi hati kita berbuat jahat pula. Itu sebabnya maka kita tidak dapat terlepas begitu saja antara pikiran dan hati. Pikiran kita sering kali dikotori dengan hal-hal yang negatif. Terlihatlah di sana motivasi yang tidak murni, sehingga menjadi tidak suci. Kalau pikiran kita baik, otomatis yang kita kerjakan juga baik. Yesus mengatakan justru hanya dengan pikiran kita saja kita telah berbuat dosa. Jadi apabila kita tetap hendak mempertahankan hidupa suci, maka kita harus membereskan pikiran kita terlebih dahulu.

Ketika Daud sudah menghampiri Batsyeba isteri Uria itu, maka ada ketakutan tersendiri dalam dirinya, karena ternyata Batsyeba itu hamil ( 2 Sam 11: 4 -5) Itu sebabnya ia memanggil Uria kembali dari medan perang, dengan maksud agar Uria itu boleh menginap satu dua malam di rumah (2 Sam 11 : 8). Dengan demikian maka kehamilan Batsyeba tidak menjadi masalah. Inilah pikiran yang tertanam di hati Daud. Kelihatannya apa yang dilakukan oleh Daud itu baik, namun motivasinya jahat.

Celakanya Uria itu sangat tulus dan setia pada Daud, sehingga walaupun ia pulang namun ia tidak menginap di rumahnya tetapi ia tetap siaga menjaga sang rajanya. Bahkan suatu malam diadakan pesta dengan maksud agar Uria mabuk , lalu secara tidak sadar ia pulang ke rumah, namun Uris tetap saja nginap di Istana. Dasar pemikiran Daud sudah jahat, maka akhirnya ia mengirim Uria ke medan perang dan dipasang pada barisan terdepan.

Singkat cerita gugurlah Uria. Dalam keadaan begini juga Daud masih mengatakan sudah biasa kalau orang mati dalam suatu peperangan. Pikiran yang jahat akan menghasilkan perbuatan-perbuatan yang jahat pula. Jadi bahaya sekali orang yang hatinya tidak suci.

Beberapa waktu yang lalu kita sempat kaget mendengar berita bahwa ada seorang aktifis yang menghabiskan nyawa pendetanya hanya karena ia dilarang memakai fasilitas gereja untuk berpacaran. Mestinya sebagai anak Tuhan ia akan menerima dengan rendah hati teguran ini dan tingkah lakunya diperbaharui. Namun yang terjadi justru terbalik, ia malah pergi membunuh pendetanya. Hati yang jahat menghasilkan pemikiran yang jahat pula. Dan melalui pemikiran yang jahat tercipta perbuatan yang jahat, sehingga banyak orang percaya jatuh dalam keadaan demikian.

Mungkin tendensi kita belum sampai bunuh membunuh, tetapi kalau sebagai anak Tuhan di dalam hatinya ada tersimpan rencana mencelakakan orang lain, maka kita perlu pertanyakan kekristenannya. Ketika ada ornag merugikan kita, ketika ada orang yang menyakiti hati kita, ketika ada orang yang mengkhianati kita bahkan ketika ada orang yang merebut kedudukan kita. Apa yang kita lakukan terhadapnya? Orang percaya semestinya memiliki pikiran yang jernih dan kokoh, ia tidak akan tergoyahkan hanya karena ada orang yang berbuat jahat kepadanya.

2. Kehendak

Allah memberikan kepada setiap ciptaan-Nya kehendak bebas, namun bukan berarti ia dapat sebebas-bebasnya melakukan segala sesuatu. Saya senang sekali dengan definisi kehendak bebas kita sebagai suatu kehendak yang mengakibatkan kita bebas untuk memilih yang baik dan menjauhkan yang jahat.

Orang yang “Suci Hati”nya tentu memiliki kehendak yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Kitau sering mendengar orang-orang yang selalu ingin menyesuaikan kehendaknya dengan kehendak Tuhan, itu tidak salah. Namun yang terjadi adalah, kadang ada orang yang memaksa kehendak Tuhan itu agar sama dengan kehendaknya. Ini yang menjadi masalah.

Rasul Paulus secara manusia ia mengehendaki agar penyakit yang di deritanya segera sembuh, namun Tuhan tidak pernah menyembuhkan penyakitnya (2 Kor 12 : 7) . Tuhan Yesus secara manusia ingin agar cawan penderitaan itu berlalu dari kehidupan-Nya, karena Ia tahu itu sangat menyakitkan. Namun Tuhan Yesus ternyata harus menjalani penderitaan tersebut. Makanya di dalam doa Tuhan Yesus di taman Getsemani Ia berkata “ Biarlah Kehendak-MU yang jadi bukan kehendak-Ku”

Sebagai anak-anak Tuhan kita mesti demikain bukan? Doa yang diajarkan Tuhan Yesus juga menyebutkan bahwa “Jadilah Kehendak-Mu” , mengapa kita mesti memperjuangkan jadilah kehendakku? Orang yang suci hatinya selalu mengutamakan kehendak Tuhan, ketimbang kehendak diri sendiri. Jikalau semua orang percaya melakukan hal ini, tentu di gereja tidak pernah ada pertikaian lagi. Yang sering terjadi adalah kehendak pribadi yang ditonjolkan, sehingga tercipta pertikaian.



3. Emosi

Idealnya orang percaya itu harus memiliki emosi yang stabil, karena berasal dari hati yang suci. Namun karena pencemaran dosa yang begitu dahsyat sehingga di dunia ini juga terjadi orang-orang pecaya yang emosinya tidak stabil. Memang ada berbagai alasan yang dikemukakan untuk membenarkan dan untuk memaafkan diri sendiri apabila emosi seseorang itu tidak stabil. Mengkambing-hitamkan penyakit darah tinggi, stress, pekerjaan menumpuk, masalah keluarga dan sebagainya, dengan demikian kalau seseorang itu “emosisnya tidak stabil” boleh dimaklumi.

Firman Tuhan mengajarkan bahwa kita ini harus cepat mendengar dan lambat berkata-kata. Tuhan menciptakan telinga kita dua dengan mulut satu juga ada makna rohaninya. Ia ingin agar kita lebih banyak mendengar dan lambat bicara, dan juga tidak lekas marah. Seorang penulis mengatakan bahwa orang yang lekas marah maka hasilnya selalu malu. Kemudian hari ia akan menyesal dan minta maaf.

Salah satu kelemahan Dauda adalah ketika ia merasa terhina oleh Nabal, maka ia begitu cepat sekali naik darah, sehingga dengan emosi tinggi ia hendak mebunuhnya. Namun untunglah ada Abigail isteri Nabal yang datang dengan lembut dan meminta belas kasihan padanya ( 1 Sam 25 : 9 – 30). Orang yang sedang emosi tinggi, tidak boleh mengambil keputusan penting, hasilnya kebanyakan merugikan orang lain dan mencelakakan. Semestinya ia harus menungggu hingga emosinya stabil, baru boleh memutuskan sesuatu. Orang Kristen tidak seharusnya memiliki model yang begini. Terutama Anda yang sebagai pengurus atau majelis di gereja, sering kali emosi yang tidak stabil menghasilkan keputusan-keputusan pelayanan yang tidak rohani.

Kalau kita hendak menjadi orang percaya yang berbahagia, maka hati kita perlu suci, karena dengan hati yang sucikita tidak menyimpan sesuatu yang hendak merugikan dan mencelakakan orang lain. Istilah nya “tidak ada udang di balik batu” Namun hati yang suci senantiasa hendak membuat orang lain bersuka-cita dan menikmati hidup yang lebih baik. Kalau hati kita tidak suci, maka pikiran kita, kehendak kita, dan emosi kita selalu diwarnai dengan kejahatan dan ketakutan, maka jelas sekali hidup kita tidak akan tenteram. Bila hidup seseorang tidak tenteram, bagaimana mungkin ia berbahagia. Sangat masuk akal bukan
?

Sunday, March 19, 2006

SEBUAH PENGAMPUNAN

SEBUAH PENGAMPUNAN


“dahulu memang dia tidak berguna bagimu, tetapi sekarang sangat berguna baik bagimu maupun bagiku”. (Filemon 1 :11)


Jikalau Filemon bukan pengikut Kristus yang sejati, maka persoalan yang dialaminya sangat gampang diselesaikan. Ada seorang budaknya yang mencuri barang, sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku maka si budak tersebut harus dibunuh, maka sesudah itu habis perkara. Atau kalau Filemon tidak mau melakukannya sendiri ia bisa membayar orang untuk melakukannya. Yang menjadi sulit karena Filemon ini adalah orang percaya, istilah kita Filemon itu orang Kristen. Itu sebabnya dalam hal ini Filemon tidak ada pilihan lain. Ia telah belajar bagaimana mengasihi, maka ia harus mempraktekkan kasih. Ia bahkan belajar juga tentang bagaimana mengasihi musuh, maka ia harus melakukannya juga. Makanya kalau kita ketemu ada orang yang mengaku percaya pada Tuhan Yesus pada hari ini, namun ia masih melakukan tindakan “balas dendam”, kita tentu pertanyakan kekeristenannya. Saat ini muncul sebuah pertanyaan penting, mengapa Filemon harus mengampuni budaknya itu?

1. Filemon harus mengampuni, karena Tuhan Yesus juga telah mengampuni nya.

Firman Tuhan mengajarkan kita harus mengampuni musuh bahkan orang-orang yang menganiaya kamu. Hal ini sudah Tuhan Yesus praktekkan ketika Ia hidup sebagai manusia di dunia ini. Bahkan ketika suatu hari Petrus bertanya kepada Yesus harus berapa kali kita mengampuni orang lain. Yesus seakan-akan memberikan jawaban kepada Petrus bahwa kita selama-lamanya harus mengampuni orang lain. Perhatikan Matius 18 :22 “ Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali”.

Makanya Filemon sangat bergumul terhadap kasus ini. Apabila ia melakukan kesalahan di dalam mengambil tindakan, maksudnya bila ia memutuskan hal yang bertentangan dengan pengajaran Yesus, maka akan mempengaruhi orang-orang percaya pada waktu itu. Paling sedikit terhadap jemaat yang berada di dalam rumahnya.

Sebenarnya tradisi masyarakat Yunani –Roma tidak ada kamus kalau harus ada perasaaan takut kepada “budak” yang berontak. Sang tuan sebebas-bebasnya melakukan apa saja terhadap si budak itu. Namun kalau Filemon tidak melakukannya, bukan berarti ia takut pada budak itu. Tetapi lebih dari itu ia takut pada Tuhan yang dilayaninya. Itu sebabnya maka kita lihat Onesimus berhasil menghindari hukuman yang semestinya .

Filemon bukan orang Kristen biasa atau istilah kita Kristen KTP, namun ia seorang yang aktif terlibat di dalam pelayanan di Kolose. Itulah sebabnya maka rasul Paulus menyebutnya sebagai “teman yang setia” dan “teman sekerja”. Panggilan ini juga sebagai suatu penghormatan kepada Filemon. Rupanya selain ia seorang Kristen, karakter hidupnya juga baik. Tidak semua orang Kristen yang memiliki karakter yang baik seperti Filemon. Kekristenan menjadi distorsi kadang bukan karena ulah orang-orang luar, namun sering kali karena ulah orang-orang Kristen sendiri yang tidak menjadi contoh.

Bukan itu saja, selain isterinya Apfia dan anaknya Arkhipus, juga ada kaum wanita dan jemaat lain yang aktif di dalam pelayanan bersama Filemon. Itu sebabnya jikalau Filemon mengalami pergumulan tentu hal semacam itu pernah di ceritakan juga pada rekan-rekan pelayanannya. Iman kepercayaan seseorang akan bertumbuh dan semakin teguh bila mendengar kesaksian dan menyaksikan peristiwa-peristiwa yang memuliakan nama Tuhan. Sebaliknya bila ada peristiwa-peristiwa yang tidak memuliakan nama Tuhan terjadi tentu sangat berdampak terhadap kehidupan rohani orang-orang Kristen lainnya. Sebagai salah seorang pelayan Tuhan dalam hal ini pasti banyak mata yang sedang menyoroti kehidupan Filemon. Oleh sebab itu masalah yang dihadapi Filemon sudah tentu perlu disingkapi dengan berbagai pertimbangan. Apabila ia salah mengambil keputusan, sangat mempengaruhi pelayanannya pada masa mendatang..

Sebagai budak Filemon, tentu Onesimus sangat beruntung. Sudah pasti ia diperlakukan sangat baik oleh sang tuan. Namun kita tidak tidak tahu pergumulan apa yang dialami oleh Onesimus sehingga ia kesalahan yakni mencuri barang milik Filemon, dan nampaknya Filemon masih menutup sebelah mata. Sehingga memungkinkan Onesimus melarikan diri. Untungnya tatkala Onesimus melarikan diri ia mencari orang yang tepat yakni rasul Paulus yang waktu itu masih di penjara tahanan rumah. Sebenarnya sesuai dengan hukum yang ada pada waktu, menyembunyikan seorang budak yang melarikan diri juga termasuk suatu kesalahan besar. Dan kalau hal ini dilakukan oleh Paulus, sangat memungkinkan di dalam hati Paulus tersisa suatu pengharapan yang pasti bahwa Onesimus itu masih dapat diselamatkan. Mengingat kembali dirinya sendiri yang diubah Tuhan begitu luar biasa, tentu tidak menutup kemungkinan hal ini berlaku bagi Onesimus.

2. Filemon harus mengampuni, karena kehidupan budaknya sudah diperbaharui.

Kalau kita ditanya bagaimana Onesimus dapat bertemu dengan Paulus, maka secara pasti caranya kurang jelas namun ada yang memperkirakan kemungkinan besar Epafras sang pendiri dan gembala sidang di Kolose (Kol 4 :12) yang memperkenalkannya kepada Paulus. Mereka bertemu di rumah “sewa” Paulus di Roma (Kis 28 :30). Dan di sanalah Paulus memimpin Onesimus percaya kepada Tuhan Yesus. Arti nama Onesimus itu sendiri adalah berguna, namun yang berguna ini telah menjadi tidak berguna karena mencuri barang tuannya (ay 18). Memang benar kata pribahasa, “gara –gara nila setitik, rusak susu sebelanga”. Nama baik Onesimus telah rusak karena ia melakukan kesalahan yang mengakibatkan kerugian bagi sang tuan. Dalam kondisi yang demikian tentu ia telah kehilangan kepercayaan. Namun karena Onesimus sudah bertobat, maka saat ini dia bukan lagi Onesimus yang “tidak berguna” tetapi ia menjadi “sangat berguna”. Itu sebabnya, Filemon tidak punya alas an lagi untuk menghakimi Onesimus.

Dengan kesetiaannya bersama-sama dengan rasul Paulus dan juga keakrabannya dengan Paulus, bahkan Paulus telah menganggapnya sebagai anak rohani ( Fil 1 : 11-13). Paulus merasa sudah saatnya ia wajib mengembalikan Onesimus pulang, karena hukum Romawi menuntut agar semua budak pelarian itu harus kembali kepada tuan mereka. Bagi Paulus saat ini merupakan saat yang tepat, itu sebabnya bersamaan dengan Tithikus menuju ke Kolose digunakan Paulus untuk mengirim kembali Onesimus ini.

Paulus tidak pernah memaksa Filemon menerima Onesimus kembali, karena bagi Paulus apabila Filemon secara terpaksa menerima Onesimus tidak ada gunanya, akan menjadi bebannya saja. Padahal kalaupun Paulus mau memaksakan Filemon juga bisa, karena sesungguhnya Filemon sendiri juga hasil buah penginjilan rasul Paulus (1:19). Jadi secara rohani Filemon berhutang juga pada Paulus.

Kita harus mengerti perasaan Filemon. Tidak gampang baginya menerima orang yang pernah menyakiti hatinya kembali kembali. Bukan itu saja, Paulus mengatakan bahwa anggaplah ia sebagai saudara. Lihat Fil 1:16 “ bukan lagi sebagai hamba, melainkan lebih dari pada hamba, yaitu sebagai saudara yang kekasih, bagiku sudah demikian, apalagi bagimu, baik secara manusia maupun di dalam Tuhan”. Jadi Onesimus yang pernah menyakiti Filemon ini bukan hanya akan tinggal kembali bersama-sama dengan Filemon dan statusnya juga berubah dari seorang budak menjadi saudara. Sekali lagi kalau bukan hanya karena mengingat Anugerah Tuhan yang juga pernah dialmi oleh Filemon, sudah tentu dia tidak sanggup.

Tanggal 10 September 2005 harian sore Sinar Harapan memuat sebuah kesaksian singkat saya yang berjudul Makna sebuah Pengampunan , isinya kira-kira demikian :
“ Kejadian Sabtu itu merupakan peristiwa yang tidak terlupakan, memang tanggal persisnya saya tidak ingat, namun saya ingat tahun 1982. Waktu itu kebetulan saya sebagai guru Agama kelas enam di sebuah sekolah Kristen. Suasana kelas tidak begitu menyenangkan, sehingga kalau kita yang sedang mengajar sering terpancing kemarahan. Waktu itu kebetulan saya baru saja memperingatkan anak-anak supaya tidak berisik, namun kemudian saya mendengar di bangku paling depan ada dua anak wanita tetap saja ngobrol dan tertawa-tawa. Saya tidak dapat menahan emosi, itu sebabnya anak itu mendapat hukuman.
Dasar anak Mami barangkali, sehingga baru dihukum begitu, langsung ia menangis. Ceritanya tidak sampai di sini, tetapi rupanya ketika ia pulang ke rumah melaporkan kejadian ini pada kakak lakinya. Kira-kira jam dua siang , kakaknya datang ke rumah saya, tanpa ba-bi-bu dia langsung melempari batu ke rumah, sesudah saya keluar dan tiba-tiba dia sempat meninju ke arah saya. Saya berusaha menjelaskan duduk perkaranya, namun orang itu tidak mau tahu, ia seperti “kesetanan’ seakan-akan ingin menghancurkan saya. Waktu itu saya sempat sempoyongan, namun tidak terbersit di dalam hati saya untuk membalas, walaupun adik-adik saya sudah siap menyongsong ke luar dari belakang untuk membalas. Saya hanya berkata “ Jangan lakukan itu!! ”. Selesai itu, rumah saya dikerumuni banyak orang, sepertinya ada kejadian yang luar biasa, mereka pada umumnya pengin tahu apa yang sedang terjadi. Ada yang minta saya segera lapor pada polisi, ada pula yang mengatakan minta ganti rugi. Waktu itu saya hanya berpikir, apa yang harus saya lakukan? Perlukah saya menuntut ganti rugi? Bukankah saya sebagai guru Agama di sekolah, saya orang Kristen; rasanya tidak sesuai dengan iman kepercayaan saya untuk melakukan hal tuntut-menuntut. Itu sebabnya saya memutuskan untuk tidak menuntutnya dan minta ganti rugi.
Dua jam kemudian ayahnya datang ke sekolah, dan dipertemukan dengan saya. Waktu itu dia mewakili keluarga minta maaf atas kejadian ini. Saya terima dan memaafkannya, walaupun sesungguhnya saya tahu di dalam hati bergumul sekali. Sebagai guru Agama saya mengajarkan Firman Tuhan supya mengampuni orang lain, sementara saya diminta menuntut pembalasan, walaupun saya berhak. Saya tidak bisa bayangkan seandainya waktu itu kedua orang adik saya juga ikut-ikutan membalas, bagaimana mungkin saya melanjutkan profesi saya sebagai seorang guru Agama?
Saya bersyukur untuk kejadian ini yang melatih saya sabar dan menahan diri. Bagi saya kejadian ini merupakan suatu kemenangan, di hati saya tidak tidak tersimpan kebencian dan dendam termasuk terhadap anak itu, sebab saya tahu Tuhan Yesus telah terlebih dahulu mengampuni saya, dan Dia juga yang akan memberikan kesanggupan pada saya untuk mengampuni orang lain, seperti yang tertulis di dalam Kolose 3:13 “Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.
3. Filemon harus mengampuni, karena sebagai orang percaya ia mesti mempraktekkan Kasih Karunia Tuhan
Filemon menghadapi kasus pergumulan yang cukup berat. Sesuai suarat pengantar rasul Paulus, ia diminta menerima Onesimus di rumah, tinggal bersama dan hidup sebagai saudara, bukan sebagai budak lagi. Itu berarti Filemon harus melupakan semua kejadian pada masa-masa lalu. Itu berarti Filemon harus menerima kembali Onesimus apa adanya. Itu berarti Filemon harus dengan rendah hati menyambut Onesimus. Itu juga berarti Filemon harus berjuang keras melawan unsur manusia di dalam dirinya yang tidak menghendaki pengampunan uini terjadi. Sama seperti yang Tuhan Yesus laakukan terhadap kita, Ia membenci dosa yang kita lakukan, namaun Ia tidak pernah mebenci kita. Kalau hari itu Filemon berhasil melakukan semuanya hanya itu semata-mata karena Kasih Karunia dari Tuhan Yesus yang memberikan dia kekuatan.
Sering kali kita mendengar keluhan dari mereka yang pernah jatuh ke dalam dosa kemudian bertobat, Tuhan Yesus sudah mengampuni dosanya namun orang-orang di sekitar termasuk juga orang –orang di gerja tidak dapat menerimanya. Contoh konkretnya sewaktu rasul Paulus baru bertobat ia juga merasakan demikian, jemaat di Yerusalem takut menerimanya. Namun Barnabas yang percaya akan pertobatan Paulus ia dapat menerimanya (Kis 9 :26-28). Begitu juga sewaktu ada sekelompok orang menyeret seorang perempuan yang berbuat dosa, maka Tuhan Yesus meminta kepada siapa yang tidak berdosa supaya melemparnya dengan batu terlebih dahulu. Namun satu-persatu mundur, tidak ada berani melakukannya, karena mereka sadar bahwa mereka juga adalah orang berdosa. (Yohanes 8 : 7)
Lewis B. Smedes di dalam bukunya yang berjudul Mengampuni & Melupakan (Forgive & Forget) menuliskan ada empat tahap Pemberian Maaf.
Tahap pertama adalah sakit hati; ketika seseorang menyebabkan Anda sakit hati begitu mendalam dan secara curang sehingga Anda tidak dapat melupakannya. Anda terdorong ke tahap pertama krisis pemberian maaf.
Tahap yang kedua adalah membenci ; Anda tidak bisa mengenyahkan ingatan tentang seberapa besar Anda sakit hati, dan Anda tidak bisa mengharapkan musuh Anda baik-baik saja. Anda kadang-kadang menginginkan orang yang menyakiti Anda juga menderita seperti Anda.
Tahap ketiga adalah menyembuhkan; Anda diberi sebuah “mata ajaib” untuk melihat orang yang menyakiti hati Anda dengan pandangan baru. Anda disembuhkan, Anda menolak kembali aliran rasa sakit dan Anda bebas kembali.
Tahap yang keempat adalah berjalan bersama; Anda mengundang orang yang pernah menyakiti hati Anda memasuki kembali dalam kehidupan Anda. Kalau ia datang secar tulus amak Anda berdua akan menikmati hubungan yang dipulihkan kembali.
Filemon memasuki tahap keempat, hubungannya harus dipulihkan kembali dengan Onesimus. Ia mengundang kembali orang yang pernah menyakiti hatinya kembali ke dalam hidupnya. Sekali lagui, Sola Gracia, hanya Anugerah yang memungkinkan semua ini terjadi. Kalau hari ini Anda dan saya sadar bahwa kita adalah orang berdosa, sudah tentu kita tidak akan menganggap remeh orang-orang yang pernah jatuh ke dalam dosa. Beda antara kita dengan meraka hanya, “Dosa yang diperbuatnya sudah ketahuan, sedangkan dosa yang diperbuat kita belum ketahuan”. Tatkala Tuhan Yesus berada di atas kayu salib, salah satu ucapan Agung-Nya adalah “Ya Bapa ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” Permisi Tanya beranikan kita membuka hati kita menerima orang-orang yang pernah menyakiti kita kembali? Saya tidak tahu siapa mereka? Mungkin mereka itu adalah orang tua kita? Anak-anak kita? Keponakan kita? Pasangan kita? Amantan pacar kita? Sekali lagi sya tidak tahu siap mereka? Kalau Filemon bisa mengampuni Onesimus maka kita juga semestinya harus bisa melakukannya. Mari teladanilah perbuatan Filemon ini. Mari teladi Tuhan Yesus juga. Sebelum kita datang memohon pengampunan kepada-Nya, sesungguhnya Ia telah mengampuni kita. Lalu, mengapa kita begitu sulit mengampuni orang lain? (Saud’S)

Friday, March 10, 2006

MENJADI SAKSI KRISTUS

MENJADI SAKSI KRISTUS
(Matius 28 : 18-20, Kisah 1 : 8b)

Kita tidak diminta Tuhan Yesus datang ke gereja dengan konsep 5 D. Apa maksudnya? 5 D itu adalah , Datang, Duduk , Diam, Dengar, Duit, tetapi kita perlu 5 P, apa itu? Persiapkan hati, Pikirkan baik-baik, Pelajari Firman Tuhan, Pakailah diri sendiri, dan Pergi menjadi saksi Kristus. Seberapa pentingkankah Menjadi Saksi Kristus?

Sebagai umat Tuhan, sering kali kita lalai akan tugas kita yang paling penting. Kita berpikir apabila telah menghabiskan waktu berjam-jam melayani di gereja itu sudah cukup. Padahal ada suatu tugas yang sangat mendasar, yang harus kita lakukan. Yakni pergi menjadi saksi Kristus. Menyaksikan kepada orang banyak, apa yang Yesus perbuat terhadap diri kita. Menyaksikan Karya dan Kasih Kristus kepada orang-orang yang berada di luar gereja. Apabila kita terlalau santai di gereja, maka sering kalai yang timbul adalah masalah. Namun kalau kita sibuk menjadi saksi Kristus, kita tidak sempat lagi mencampuri urusan orang lain.

Dalam sebuah majalah bulanan Moody diceritakan tentang seorang bernama Peter Stam. Di situ dikatakan bahwa ia tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan untuk bersaksi bagi Kristus. Pada suatu hari ia masuk ke dalam sebuah “Lift”. Dalam lift itu Peter Stam hanya berdua dengan wanita petugas lift itu. Peter Stam berkata kepada petugas lift itu; “Kiranya perjalanan anda yang terakhir did lam hidup ini adalah naik (menuju ke sorga), bukan turun (menuju ke neraka)”.

Petugas itu kaget mendengar perkataan itu. Sebagai jawaban, Peter Stam hanya memberikan senyuman manis. Selanjutnya Peter Stam berkata : “Sekarang saya berumur 70 tahun dan tidak lama lagi saya akan bertemu dengan Juruselamat saya. Saya harap saya akan bertemu dengan anda nanti di sana” Inilah kesaksian yang diberikan dengan berani oleh Peter Stam. Kesaksian yang singkat, namun sangat menyentuh hati seseorang. Saya pikir kita juga dapat melakukannya.

Sekarang timbul pertanyaan? Apa itu bersaksi? Mengapa bersaksi itu harus dilakukan? Mari kita lihat apa yang dimaksud dengan bersaksi bagi kristus itu :

Bersaksi adalah menceritakan apa yang kita alami

Setiap orang yang mengaku Yesus sebagai Juruselamatnya, maka panggilan untuknya adalah menjadi saksi. Setiap orang percaya harus mengetahui tugas ini.(Matius 28 : 18-20) Namun tidak jarang kita temukan masih banyak orang-orang percaya yang masih takut bersaksi. Mengapa takut? Apabila kita pergi kepengadilan, jika ada seorang saksi yang takut bersaksi maka kemungkinan besar bahwa kesaksiannya itu bohong atau tidak benar dan omong kosong. Kemungkinan lain adalah saksi tersebut sedang diintimidasi, ditekan, diancam dan sebagainya, sehingga ia takut berbicara.

Mengapa orang Kristen tidak berani bersaksi? Apakah kita sedang percaya pada Juruselamat yang palsu? Apakah kita sedang berada di bawah ancaman? Ingatlah, ayat 18 berbunyi : “Yesus telah menerima segala kuasa baik di sorga dan di bumi” Artinya bahwa, Yesus berkuasa atas segala-galanya.

Biasanya di pengadilan, seorang saksi dihadirkan tugasnya untuk menceritakan dengan jujur dan benar apa yang diketahuinya saja. Ia tidak perlu membela diri, berdebat atau berusaha meyakinkan orang lain. Bahkan ia tidak perlu menceritakan apa yang dialami atau yang diketahui tentang masalah lain. Orang lain mau percaya atau tidak, bukan masalah yang penting saksi tersebut telah menceritakan dengan jujur dan benar. Ketidakpercayaan seseorang tidak akan mengubah kebenaran menjadi salah atau keaslian menjadi palsu.

Sedangkan untuk membela ada tugas orang lain lagi, yang kita sebut dengan pengacara atau pembela. Orang ini dibekali berbagai ilmu dan ahli untuk membela kliennya. Jadi jelas sekali, bersaksi cukup gampang bukan. Ceritakanlah apa saja yang anda ketahui, yang penting ceritakan dengan jujur dan benar.

Konteknya kita sebagi orang percaya, kalau kita diminta menjadi saksi Kristus artinya; kita mesti ceritakan apa saja yang kita alami bersama Tuhan Yesus. Memang saya mengetahui untuk memulainya tidak gampang. Apalagi kadang kita harus menghadapi mereka yang keras kepala dan tegar tengkuk, sehingga menutup telinga ketika mendengar kesaksian kita. Itu sebabnya kita perlu mencari cela-cela dan momen dan kesempatan percakapan yang tepat, sehingga dengan mulus menceritakan kesaksian kita. Kita juga memerlukan adanya cara dan teknik yang memancing agar pintu hati orang-orang boleh terbuka mendengar kesaksian kita.

Saya mencoba memberikan beberapa tips untuk kita., saya yakin setiap kita juga dapat membuat tips itu sendiri untuk memancing diri supaya anda dapat masuk dengan mulus untuk bersaksi.

1. Misalnya ketika anda bertemu dengan seseorang? Maka biasanya kita berbasa-basi dengan berkata Hallo, apa kabar? Mungkin dia akan menjawab Kabar baik? Lalu pasti ia akan bertanya balik pada bagaimana kabar kita? Maka kita bisa menjawab dengan jawaban yang memancing: “Keadaan saya lebih baik dari waktu-waktu kemarin?” Dia bakal bertanya, “apakah anda sakit?” Maka terbukalah kesempatan bagi anda untuk mulai bersaksi. “ Saya tidak sakit, namun semenjak tiga tahun yang lalu saya menerima keselamatan dari Tuhan Yesus, maka hidupku rasanya setiap hari lebih baik dari kemarin”

2. Kalau anda kebetulan naik taksi, lalu hendak memulai pembicaraan anda dengan sang sopir. Mungkin kalimat ini dapat membantu “Saya dengar sangat berbahaya kalau jalan di jalan ini pada waktu malam?” Mungkin iya akan menjawab, iya banyak perampoknya atau apa saja? Lalu kita bertanya lagi, “tahukah anda di mana yang paling aman?” Barangkali ia akan menjawab tidak tahu, satu dia sebutkan satu tempat.. Maka kita dapat mengatakan : “Hidup yang paling aman dalam diri saya adalah adalah semenjak saya menyerahkan pimpinannya kepada Tuhan Yesus “


3. Selain uang dan kartu krediit ada orang yang bangga meletakkan foto-foto keluarganya di dalam dompet. Anda boleh coba itu. Lalu anda keluarkan dompet dan memperkenalkan diri, ini isteri atau suami dan anak-anak. Lalu anda dapat melanjutkannya, namun sesunggunya, sejak 5 tahun yang lalu saya tidak menjadi kepala rumah tangga. Atau semenjak 5 tahun lalau suami saya tidak menjadi kepala rumah tangga, kalau anda seorang wanita. Tentu hal ini mengundang pertanyaan? Mengapa? Maka jawaban kita: “Semenjak saya percaya pada Tuhan Yesus sebagai Juruselamat pribadi saya, maka kepala Rumah Tangga kami adalah Yesus Kristus,. Itu sebabnya saya tidak pernah merasa kuatir akan kehidupan keluarga kami baik keuangan, kesehatan , pekerjaan, kemanan dan sekolah anak-anak.”


Bersaksi bukan untuk memenangkan jiwa

Jelas sekali Alkitab mencatat bahwa kita diminta bersaksi. Hanya bersaksi dan tidak ada tugas memenangkan jiwa, walaupun akhirnya ada orang yang dimenangkan bagi Tuhan. “Dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung Bumi “(Kis 1 :8b) Kesaksian kita akan Kristus itu tidak hanya dilakukan di dalam lingkungan gereja, tetapi kita akan keluar menerobos komunitas umum. Maksudnya, kesaksian itu akan disampaikan kepada mereka yang menembus ras, bangsa dan bahasa.

Konsep pelayanan yang ada di dalam Matius 10:5-6 agak berbeda. Waktu itu sasaran penginjilannya masih hanya orang-orang Yahudi, maka sekarang sasarannya adalah ‘semua bangsa’! Untuk mencapai ini maka orang-orang percaya pada saat itu mengalami tekanan dan ancaman, sehingga karena pekabaran Injil mereka diancam, ditangkap bahkan dibunuh. Dengan demikian maka diaspora terjadi, para rasul dan pekabar Injil beserta orang-orang percaya harus berpencar ke seluruh penjuru bumi. Itu sebabnya hari ini kita mendapat kesempatan mendengarkan kabar keselamatan itu.

Terlalu egois, kalau kekristenan adalah agamanya orang Yahudi saja. Bahkan ada konsep pemikiran yang salah yang mengatakan bahwa Kristus adalah Juruselamat untuk orang Yahudi saja. Kristus datang ke dunia hendak menyelamatkan semua orang, itu sebabnya Kristus bukan hanya untuk golongan atau untuk bangsa tertentu saja. Tugas kita menjadi saksi buat semua orang di dunia ini.

Kondisi pada jaman itu sebagai saksi Kristus tentu sangat berbahaya, sebab pihak pemerintah Roma tidak segan-segan menangkap mereka. Jadi walaupun bersaksi itu gampang, namun pelaksanaannya cukup sulit. Namun kita perlu bersyukur kalau saat ini kita masih diberi kesempatan bercerita pada orang lain, itu sebabnya maka bersaksilah tentang Kristus. Ketimbang bercerita hal-hal yang tidak berguna, bukankah lebih baik kita menceritakan tentang Yesus. Tugas yang diberikan Tuhan Yesus bukan untuk memenangkan orang, hanya bersaksi. Dan Roh Kudus yang bekerja untuk mengubah hati mereka yang mendengar kesaksian kita. Syukur kalau melalui kesaksian kita ada yang percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Juruselamat.

Bersaksi itu mandatnya dari Yesus Kristus

Yesus tidak memanggil kita untuk mati bagi-Nya, hal ini tidak ada gunanya, sia-sia. Tetapi Yesus memanggil kita untuk hidup bagi-Nya, memberitakan Injil-Nya. Pertanyaannya adalah , mana lebih sulit hidup bagi Tuhan Yesus atau mati bagi Tuhan Yesus? Spontanitas ada yang mengatakan mati bagi Tuhan Yesus? Sebab ia merasakan betapa menderitanya mati bagi Kristus itu. Tetapi saya ingin mengatakan kepada anda, bahwa hidup bagi Kristus akan lebih sulit. Sebab seumur hidup kita berjuang untuk Kristus. Kalau mati bagi Kristus gampang saja, mungkin secepat selentikan, kita sudah mati. Namun bila hidup bagi Kristus kita memiliki tantangan dan godaan seumur hidup. Itu sebabnya, tidak kalah penting kehidupan pribadi dari orang yang menjadi saksi ini juga sangat diperhitungkan.

Lihat ayat 19-20: Amanat Agung Tuhan Yesus. Di sana dikatakan “‘Jadikanlah semua bangsa muridKu’. Kalau kita perhatikan di dalam teks bahasa aslinya ‘jadikan murid’ adalah satu-satunya kata perintah dalam bagian ini. Sedang ‘pergilah’, ‘baptislah’, dan ‘ajarlah’ apa yang merupakan tindakan seorang murid. Karena Amanat Agung adalah perintah Tuhan sedangkan Tuhan juga telah memiliki kuasa di sorga maupun di bumi, tentu kita tidak perlu takut lagi menjadi saksi-Nya.

Memang untuk menjadi saksi Kristus kita perlu hikmat, supaya kita tidak terjebak pada orang-orang yang hendak mencelakakan kita sebelum waktunya tiba. Artinya, tatkala di dalam bersaksi itu ternyata ada bahaya yang terjadi, jika memang masih ada kesempatan bagi kita melepaskan diri, tentu dengan hikmat kita mengambil kesempatan tersebut. Kemungkinan Tuhan Yesus akan memakai kita lagi dikesempatan dan waktu yang lain. Tuhan Yesus sendiri sebelum waktunya tiba, Ia tidak akan menyerah begitu saja.

Kalau ada orang bertanya, mengapa kita ngotot menyaksikan tentang Kristus. Maka jawabannya adalah di dalam Kisah 4:12 - “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan”. Jadi tidak dapat ditawar-tawar lagi, hanya Tuhan Yesus yang paling berkuasa dan siapapun orangnya harus tunduk pada-Nya. 1Yohanes5:11-12 - “Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam AnakNya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup”.

Itulah sebabnya apabila dikatakan bahwa orang yang tidak percaya pada Tuhan Yesus Kristus sebgai Juruselamat pribadinya akan masuk neraka, hal ini bukan menakut-nakuti, tetapi kebenarannya memang demikian. Karena Kristus adalah satu-satunya Juruselamat manusia. Tentu bagi yang tidak mau percaya dan menerima Yesus sebagai Jurusela­mat harus membayar dosanya sendiri. Demi Tuhan Yesus dan kita mengasihi sesama , maka jangan takut menajdi saksi bagi Kristus.

Perintah Tuhan Yesus itu meminta kita “pergi”, dengan demikian kita didorong untuk keluar, bukan hanya tunggu di dalam gereja. Pergi juga berarti, kita harus keluar dari gereja dan menjadi saksi. Di mana , kapan dan untuk siapa saja. Mungkin tempat itu adalah kantor, kampus, pasar, di atas kereta api, bus, pesawat, alun-alun dan ryumah kita sendiri. Sudah dan bersediakah kita menjadi saksi-Nya? Ingatlah, Amamat Agung ini berlaku bagi semua orang yang mengaku percaya pada-Nya.