KUALITAS HIDUP ORANG PERCAYA

Saturday, May 27, 2006

HIDUP BERKEMENANGAN

HIDUP BERKEMENANGAN
Mazmur 13:1-6

Sering kali di dalam kehidupan sehari-hari kita merasa ragu untuk menceritakan pada orang lain bahwa sesungguhnya kita ini ragu-ragu akan keberadaan Tuhan. Bagaimana kita tidak ragu? Kita merasa telah melakukan cukup banyak untuk Tuhan. Kita berkorban untuk Dia. Kita menghabiskan tenaga , waktu dan pikiran bahkan uang. Tidak jarang pekerjaan dan keluarga menjadi korban juga gara-gara pelayanan di gereja. Lalu apa hasilnya? Justru segala persoalan, permasalahan dan kesulitan masih saja muncul dalam kehidupan ini? Apa kesalahannya? Apa yang kurang beres? Pertanyaan ini kita simpan di dalam hati, tanpa orang lain boleh mengetahuinya. Kita diam seribu bahasa. Kita tidak berani menceritakan kepada siapapun. Resikonya sangat besar.

Kita bisa dicap kurang rohani, kurang beriman. Apalagi yang mengalami persoalan ini adalah pengurus atau majelis gereja. Terlebih-lebih lagi kalau beliau adalah hamba Tuhan. Orang-orang akan mencemooh kita. “Apa-apaan ini? Pengurus gereja namun masih meragukan Tuhan? Bila pendeta sempat mendengar mungkin Anda akan dipanggil dan dikira belum bertobat. Lebih lebih ekstrem lagi Anda diminta ikut kelas Katekisasi ulang.

Tatkala kita berada dalam posisi demikian, dan pada saat-saat kita merasa ragu. Pernahkah kita ragu atas keragu-raguan kita itu?

Mari kita melihat sedikit latar belakang sipenulis Mazmur ini. Setelah Saul mendengar suara para wanita Yerusalem bernyani memuji kemenangan Daud yang mengalahkan raksasa Goliat, maka mulai saat itu juga kehidupan Daud semakin terancam. Bayangkan saja , tatkala ia dengan santai memetik Kecapi menghibur Saul, tiba-tiba saja sebuah tombak menghujam ke arahnya; namun atas perlindungan TUHAN, Daud lolos. Tidak terhenti sampai di situ. Saul dengan berbagai cara hendak menghabisi Daud. Itu sebabnya Daud harus lari pontang-panting, sembunyi di gua-gua. Sementara itu orang-orangnya Saul tidak henti-hentinya menyerang. Itu sebabnya Daud berada pada posisi yang begitu tertekan dan terjepit. Inilah pengalaman pahit yang pernah dijalani oleh Daud.

Mazmur 13 yang ditulis oleh Daud ini berkisar pada persoalan yang hampir sama. Ayat ini dimulai dengan 4 buah pertanyaan? “Berapa lama lagi TUHAN, kau lupakan aku terus menerus? (How long O Lord, will You forgetme forever). Berapa lama lagi Kau sembunyikan wajah-Mu terhadap aku? (How long will You hide Your face from me?) Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku dan bersedih sepanjang hari? (How long must I bear pain in my Soul and have sorrow in my heart all day long?) Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri atasku? (How long shall my enemy be excalted over me?)

Pertanyaan yang secara bertubi-tubi dilontarkan oleh si pemazmur membuktikan bahwa beliau merasa berada pada posisi yang kurang menguntungkan. Kita tidak tahu persis kondisinya pada waktu ia menulis bagian ini. Namun ada dugaan bahwa pemazmur itu takut meninggal dunia, sehingga diperkirakan dia sedang dalam kondisi sakit, coba banding dengan Mazmur 6. Kenapa dan sakitnya apa kita tidak tahu. Bisa saja karena serangan dari musuh sehingga ia bukan sakit secara jasmani, namun sakit mental.

Rupanya pemazmur mulai merasa kuatir , jangan-jangan pengharapannya akan TUHAN itu sia-sia belaka. Imannya tidak dapat pernah mendapat stimulasi dari TUHAN. Doanya belum terjawab. Musuh bertambah banyak mengancam, bahkan saat ini para musuh semakin jaya. Persoalan juga bertambah. Semua kejadian dan keadaan ini yang mengakibatkan pemazmur menjerit dengan suara keras? Berapa lama lagi TUHAN? Kalau kita bandingkan dengan nabi Habakuk, kondisinya juga sama. Orang-orang kafir tiba-tiba menajdi lebih makmur, tanamannya lebih subur. Habakuk juga bingung akan hal ini. Maka ia menjerit “Berapa lama lagi TUHAN”

Kalau kita mau jujur, tanpa disadari kita juga sering menjerit demikian. Tatkala muncul berbagai kekusutan persoalan rumah tangga kita. Ditambah lagi kita mengalami berbagai masalah di kantor, rekan-kerja, kondisi yang tidak menyenangkan. Atau hubungan anatara sesama sanak famili terjadi ketegangan. Atau persoalan ekonomi keluarga yang membuat kita tidak konsentrasi belajar dan bekerja. Nah, persoalan yang bertubi-tubi ini, sering kali memacu kita bertanya pada TUHAN, berapa lagi TUHAN? Kadang hal ini yang membuat kita ragu akan Tuhan.

Salah seorang teman saya yang melayani di Bandung, saat ini sedang berduka-cita. Sebab adik lakinya yang hendak menikah seminggu lagi (mungkin Minggu ini), namun minggu lalu dibunuh oleh orang yang tidak dikenal. Undangan telah dibagikan, semua sudah dipersiapkan, namun kemalangan ini terjadi. Saya dapat membayangkan sang calon pengantin sudah mencoba pakaian pengantin. Mungkin juga rencana honeymoon ke Luar Negeri sudah dipersiapkan. Tetapi, semua sirna, lenyap begitu saja. Dalam kondisi demikain orang dapat mejerit kepada TUHAN berapa lama lagi?

Saya juga bisa merasakan perasaan bagi mereka yang keluarganya mengalami korban gempa di Jogjakarta. Barang kali mereka baru saja bangun pagi, mungkin juga ada rencana-rencana masa depan yang sudah diprogramkan. Namun bencana yang tiba-tiba terjadi seakan-akan tanpa belas kasihan telah menghancurkan segala impian mereka.

Saya kurang tahu apakah Anda pernah bertanya berapa lama kepada TUHAN atau tidak? Kadang dalam perjalanan melayani TUHAN dan tatkala diperhadapkan pada kondisi tertentu saya pernah bertanya demikian. Berapa lama lagi TUHAN? Berapa lama lagi TUHAN , kami sudah berlutut berdoa bahkan juga dengan doa puasa, namun kerinduan jemaat ini akan sebuah Gedung Gereja milik sendiri belum terwujud? Berapa lama lagi Engkau Tuhan membiarkan salah seorang keluarga jemaat di tempat ini menanti terus menerus seorang anak? Berapa lama lagi?

Coba perhatikan kembali ayat 4.
Dalam kondisi kekuatiran , pemazmur kembali berhadapan dengan para musuhnya. Tadinya mereka berimbang, namun sekarang para musuhnya telah melebihinya. Mereka kemungkinan besar mengenyek, menghina dan bersorak-sorak. Itu sebabnya kembali pemazmur berkata “Pandanglah kiranya, jawablah aku, ya TUHAN, Allahku! Buatlah mataku bercahaya, supaya jangan aku tertidur dan mati” (NIV menerjemahkan Give light to my eyes, or I wil sleep in death” sedangkan NRSV “ Give light to my eyes, or I will sleep the sleep of death”). Terjemahan dalam NIV dan NRSV memakai “atau”, menunjukkan suatu permohonan pilihan yang menegaskan. “Berikan cahaya atau mati, kira-kira demikian. Ayat ini juga berarti suatu pemulihan (restore), suatu kesembuhan.

Pada saat kita mengalami kesulitan ditambah keterpojokan posisi kita, kadang orang-orang sekitar tidak ada yang dapat mengerti kita. Mungkin mereka juga mengenyek kita dan bersorak akan kegagalan kita. Kita tidak dapat menceritakan pergumulan hidup ini kepada mereka. Satu-satunya cara adalah menceritakan segala persoalan ini kepada Tuhan melalui doa-doa pribadi kita. Kita boleh sepuas-puasnya menceritakan segala hal.

Di beberapa tempat retreat tertentu kadang ada fasilitas bukit untuk kita naik ke sana dan berdoa menyendiri. Waktu itulah kita boleh melampiaskan segala curahan perasaan bagi TUHAN. TUHAN adalah Bapa kita, maka kita tidak perlu sungkan menceritakan kepada-Nya. Saya bersyukur sebagai pendeta, dan tiap minggu diberikan kesempatan berkotbah. Jadi kalau saya melampiaskan pertanyaan-pertanyaan pada TUHAN dalam kotbah tidak masalah. Doa itu bukan sekadar reaksi yang wajar dari orang benar terhadap berbagai kesukaran, namun doa juga merupakan obat mujarab melawan kesesakan hidup. Pernahkah Anda merasakannya?

Terlihat sekali berbagai tuntutan Daud bahwa ia merasa ketidaksabaran menanti jawaban TUHAN. Tuhan seakan-akan bertindak sangat lambat, sementara persoalan datang bertubi-tubi dan cepat. Sama seperti kebanyakan orang, kita lebih senang minta agar TUHAN dengan segala kuasanya menghentikan segala persoalan tersebut. Kita sering lupa bahwa TUHAN juga sanggup memberikan kekuatan pada kita untuk menghadapi dan menang atas persoalan itu. Ayat 5-6 “ Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu. Aku mau menyanyi untuk TUHAN, karena Ia telah berbuat baik kepadaku. “

Daud mulai sadar, ia melihat ternyata TUHAN Allah yang disembah itu adalah TUHAN yang penuh kasih setia-Nya (unfailing love). Untuk itu maka respon yang ditujukan pada TUHAN adalah ia harus bangkit dari permasalahan dan kesulitan, bukan tenggelam dan terbawa arus. Hidup manusia begitu rapuh , bukan hanya rapu tetapi hidup kita sekaligus begitu lapuk. Gampang rusak. Ia ibarat mutiara yang harus dijaga setiap saat. Itu sebabnya tanpa Kasih setia Tuhan maka semua itu tidak akan terpelihara dengan baik. Antara hidup Normal dengan tidak jaraknya sangat dekat. Manusia normal jika tidak ada penyerahan total pada Tuhan, maka kehidupannya gampang sekali berubah menjadi abnormal.

Kasih setia Tuhan sangat terlihat di dalam diri Daud, bayangkan saja; berbagai bahaya yang semestinya terjadi di dalam dirinya, namun ia senantiasa terluput darinya. Providensi Tuhan sangat nyata di dalam diri Daud. Itu sebabnya imannya mulai terstimulasi, ia menjadi percaya. Bukan hanya itu, ia juga bersorak-sorak; karena penyelamatan dari Tuhan itu jelas dan nyata. Seorang penafsir mengatakan apabila engkau bangkit kembali di dalam Tuhan maka engkau pasti akan bangkit pula dari keputusasaan hidup ini. Inilah yang dimaksud dengan hidup yang berkemenangan itu.

Pelajaran rohani yang kita peroleh dari Daud hari ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama, bahwa sebagai manusia kita begitu rapuh dan lapuk. Itu sebabnya bila ada tekanan, kesulitan, persoalan, sakit, dan keputusasaan yang menimpa, kita gampang protes dan bahkan marah serta lupa diri . Namun Tuhan kadang membiarkan itu berjalan terus di dalam hidup kita, hingga kita memasuki tahap kedua. Bukan berarti IA meninggalkan kita, IA mau kita benar-benar sadar bahwa kita butuh pertolongan dari-Nya. Memasuki Tahap ke tiga, ini merupakan Tahap penentuan, ternyata Tuhan yang disembah memang benar-benar memiliki kuasa yang dahsyat. IA sanggup memberikan kita kekuasaan menghadapi berbagai persoalan yang sulit, dan bukan hanya itu. IA juga membawa kita menuju kemenangan.

Dalam rangka memperingati Hari Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga, kita diingatkan kembali bahwa IA pergi bukan meninggalkan kita begitu saja. Tetapi di sana IA menyediakan tempat buat kita. Suatu jaminan yang pasti. Kalau kita sudah memiliki suatu jaminan dan pengharapan yang pasti seperti ini, maka selama proses perjalanan menuju ke sana apabila mengalami berbagai rintangan dan hambatan tentu tidak masalah lagi.

Kesalahan terbesar dari setiap manusia adalah, kita lebih senang kalau prosesnya dihilangkan. Kita selalu mau mengambil jalan pintas. Namun pernahkah kita bayangkan jikalau Tuhan juga memakai jalan pintas. Pernahkah kita terpikir mengapa suatu hari yang kita lewati itu 24 jam lamanya. Seakan-akan cukup lama. Ada yang merasa bosan. Namun pernahkah kita juga berpikir apa yang akan terjadi seandainya satu hari hanya kita lewati dalam jangka waktu 5 menit. Pada saat itulah waktu berjalan begitu cepat? Kita tidak sempat melakukan sesuatu. Namun dengan adanya proses waktu yang normal saat ini yang disertai segala permasalahan yang kita hadapi, ditambah lagi kemenangan yang kita peroleh. Kita dapat menyaksikannya kepada orang-orang bahwa Tuhan yang kita sembah bukan Tuhan yang tidak berdaya. Tetapi IA adalah Tuhan yang berkuasa memberikan menyelesaikan mandate kepada kita menghadapi masalah dan IA sanggup menyelesaikannya.

Jika malam hari saya hendak berangkat dari San Jose menuju San Francisco, saya butuh lampu mobil. Namun saya tidak butuh lampu yang dapat menyinari dari San Jose hingga San Francisco. Lampu yang saya butuh adalah , lampu yang sesuai jarak pandang saya mungkin sepuluh hingga dua puluh meter saja sudah cukup. Yang penting adalah saya mengerti direction, dan pasti saya akan tiba di San Francisco. Jadi setiap miles saya boleh dituntun oleh lampu tersebut sudah cukup. Demikian juga proses perlindungan Tuhan dalam hidup kita. Kalau hari ini kita melewati hari-hari kita, itu sudah pertanda Tuhan memelihara kita.

Bersyukurlah kita sekarang ini hidup di dalam jaman Anugerah. Tuhan mengutus Yesus senantiasa mendampingi kita. Kuasanya yang dahsyat melampaui alam semesta. Kita sungguh yakin bahwa IA sanggup memberikan kekuatan kepada kita menghadapi segala persoalan. Kalau tidak , maka tidak mungkin IA mengatakan “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu”. (Matius 11 : 28)

Monday, May 01, 2006

BERJALAN BERSAMA TUHAN

BERJALAN BERSAMA TUHAN
(Mazmur 121 : 1-8)

Mazmur 121 ini termasuk merupakan salah satu “Nyanyian Ziarah”. Mazmur yang dipakai oleh para peziarah dalam perjalanan mendaki Gunung Sion selama pesta-pesta besar pada perayaan hari-hari Kudus. Hingga hari ini Mazmur ini juga dipakai sebagai mengawali sebuah perjalanan.

Dalam Mazmur sering disebutkan bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang hidup.
Ia Sempurna.
Kuasa-Nya dahsyat.
Kesucian-Nya teruji.
Kasih-Nya tak terukur.
Keadilan-Nya tak terkalahkan.
Di bagian lain Tuhan juga digambarkan sebagai Batu Karang yang Teguh. Menara pengharapan dan landasan yang kokoh. Inilah gambaran Tuhan kita. Bersyukurlah kita menyembah Tuhan yang demikian.

Tuhan juga Superior atas segalanya. Manusia tidak ada apa-apanya dihadapan-Nya. Tuhan tidak pernah gagal. Dia tidak pernah bersalah. Rencana-Nya Indah. Beda dengan manusia yang penuh dengan kesalahan. Apalagi kalau kita mencoba mencari-carinya, bisa bertubi-tubi dan bergudang-gudang.

Pada saat akhir bulan seperti ini, Polisi sering mencari mangsa. Ketika kita melewati Free Way 880 South. Kemudian memotong Free Way 17, dan exit ke arah jalan San Tomas Epw, sering kali Polisi sudah menunggu di sana, sebab banyak pengendara mobil yang tanpa sadar masih mengendara dengan kecepatan tinggi. Apalagi perjalanannya seakan-akan seperti turun dari gunung. Pada saat itu Polisi banyak megedarkan tiket.

Teman saya yang kerja di perusahan Kartu Kredit juga pernah cerita bahwa dia tidak betah bekerja di sana, mengapa? Karena setiap hari pimpinannya meminta mereka memikirkan teknik menjebak nasabahnya. Dengan demikian keuntungan diharapkan dapat ditingkatkan khususnya dari jebakan denda dan sebagainya.

Beda dengan Tuhan kita, Ia justru datang ke dunia ini MENGHAPUS segala kesalahan kita. Sadarkah anda bahwa kita memiliki Tuhan yang luar biasa ini? Namun mengapa kadang-kala kita seakan-akan tidak mempedulikan-Nya? Mengapa kita mengabaikan-Nya?

Pemazmur sangat mengerti bahwa akan merupakan keuntungan besar bila kita memiliki Tuhan yang sempurna ini. Itu sebabnya di dalam Mazmur nomer 121 ini ia mengungkapkan pada kita bagaimana Tuhan yang sempurna itu ? Apa saja yang dilakukan-Nya? Mazmur yang mengungkapkan pada kita bahwa Tuhan itu MENJAMIN seluruh perjalanan hidup kita.

1. Tuhan sebagai Penjaga kita
(The Lord Is your Keeper)

Tatkala Pemazmur melayangkan matanya ke arah bukit Sion selaku tempat yang dianggap Kudus, yakni bukit Tuhan, seperti yang tercatat di dalam Mazmur 3 :5. Mereka percaya bahwa di sanalah bersemayam Tuhan sang Pencipta itu. IA bertanya dari manakah Pertolongan itu?

Ayat 2 merupakan jawaban yang penuh pasti tentang Tuhan-Nya. Pemazmur ingin menyaksikan bahwa Tuhan-Nya beda dengan tuhan yang disembah oleh nabi Baal. Dalam 1 Raja-raja 18 :27, pada waktu diadakan pertarungan antara Nabi Elia dengan nabi-nabi Baal, para nabi telah menari-nari capek dan lelah, namun api masih belum turun dari langit. Itu sebabnya Elia sempat mengenyek nabi Baal itu, katanya: "Panggillah lebih keras, bukankah dia allah? Mungkin ia merenung, mungkin ada urusannya, mungkin ia bepergian; barangkali ia tidur, dan belum terjaga."

Pemazmur hendak mengatakan bahwa Tuhan Allah yang dia sembah adalah Tuhan yang sepanjang sejarah terus-menerus memelihara. Ayat 4 muncul kata kembarnya yakni tidak terlelap dan tidak tertidur. Dengan demikian di sini ditegaskan lagi bahwa benar-benarlah Dialah Tuhan yang tetap terjaga.

Tuhan yang sebagai penjaga manusia itu konsisten dan komitmennya melebihi seorang ibu yang sedang menjaga anaknya. Sering kali tatkala anaknya menangis ia langsung terjaga, namun tidak jarang karena capek seorang ibu juga tetap tidur terlelap walaupun anaknya menangis. Tahu-tahu sewaktu bangun anaknya sudah basah karena lupa diganti popoknya.

Suatu hari seorang penjaga malam menceritakan sebuah mimpi yang indah kepada tuannya. Ia mengatakan bahwa di dalam mimpinya sang tuan segera mendapat rejeki besar dan sukses. Sang tuan gembira sekali, dan benar hasil mimpinya dalam waktu yang singkat dia sukses besar. Penjaga malam itu diberikan hadiah, namun pada waktu yang sama juga ia diminta supaya berhenti bekerja. Kenapa? Karena ternyata pegawai ini tidak bertanggung-jawab. Tugasnya adalah sebagai penjaga malam, namun ia tidur dan bermimpi.

Tuhan kita adalah adalah Tuhan yang tidak pernah tertidur. Dengan demikian sudah tentu Ia memelihara kita sepanjang sejarah. Ada hal yang sangat penting yang harus kita lakukan karena Ia adalah Tuhan Allah yang tidak pernah tertidur. Ia tahu segala sesuatu yang kita perbuat. Sadarkah bahwa apa saja yang kita lakukan secara langsung di bawah pemantauan Allah? Kalau di kantor, para bos memasang Kamera Tersembunyi di sana-sini, para pegawai tidak dapat berkutik. Mereka tidak berani ngobrol, chatting juga berhenti, apalagi ngemil-ngemil makanan. Kalau bos saja kita begitu takut, mengapa kita tidak takut pada Tuhan?

2. Tuhan sebagai Penaung kita
(The Lord Is Your Shade)

Selain sebagai Penjaga, Tuhan juga sebagai Penaung kita. Tempat kita berteduh. Seperti tatkala panas terik matahari atau hujan deras terjadi, lalu kita memiliki sebuah payung untuk tempat berteduh. Sungguh nyaman sekali. Mazmur 37:23-24 “ TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya”

Tuhan sebagai Naungan kita juga ibaratnya kita memiliki backing yang senantiasa menjaga kita. Yang perlu kita ingat adalah, walaupun Tuhan itu sebagai Penjaga dan Penaung, bukan berarti bahaya di sana sini tidak pernah mengancam. Kalau ada pendeta yang mengajarkan bahwa orang percaya itu bebas dari bahaya dan ancaman, berarti itu pengajaran yang salah. Justru karena banyak bahaya yang mengancam maka kita memerlukan Penjaga dan Penaung (Pelindung) itu.

Ketika Komunis menyerang Korea, mereka berusaha menghapus kekristenan. Dengan darah dingin mereka membunuh 500 orang pendeta dan membakar 2000 gereja. Banyak pendeta berusaha melarikan diri. Tetapi ada seorang pendeta yang mengambil keputusan untuk tetap melayani jemaatnya.

Pada siang hari ia bersembunyi di sebuah gua di lereng gunung, dan malam hari ia kembali ke kota melayani jemaatnya. Pada suatu malam dimusim dingin, terjadilah badai salju yang hebat sehingga ia kehilangan arah. Dengan sekuat tenaga ia mencari jalan menuju ke kota kecil itu, tetapi ia tetap saja kehilangan arah. Namun ketika malam sudah larut ia merasa kedinginan, lapar dan lelah. Tetapi ia maish belum dapat menemukan kota itu.

Pendeta itu kemudian berlutut dan berdoa. “Tuhan Yesus, hidupa dan matiku ada di tangan-Mu, kuserahkan diriku ke tangan-Mua. Aku percaya pada janji-Mu untuk menjaga dan melindungiku.” “ aku tidak sanggup berbuat apa-apa selain berbaring di atas salju dan tidur”. Datanglah dan selimutilah aku, lindungilah aku sepanjang malam ini.” Lalu iapun tertidur.

Ketika paginya ia bangun ia merasa hangat dan enak. Dan tatkala ia mebuka matanya , ia melihat seekor macan yang besar tidur bersamanya sepanjang malam. Pada saat itu ia penuh dengan Roh Tuhan dan kuasa janji Tuhan. Harimu yang besar itu seakan-akan menjadi seekor Kucing yang manis.”

Ceritanya stop di sini. Yang menjadi pokok persoalannya adalah bukan bagaimana cara Allah melindungi umut-Nya, tetapi SIAPA ALLAH yang menjaga dan melindungi Umat-Nya. Dengan demikian kita dapat menyerhakan segala pengharapan kepad Allah kita.

Apa yang men jadi backing anda hari ini? Apakah perusahaan tempat anda bekerja saat ini? Deposito anda di Bank? Stock anda yang banyak itu? Semua itu akan berubah setiap saat. Tetapi Allah, dalam Maleakhi 3 : 6 “Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah”

3. Tuhan sebagai Penjaga dan Penaung kita yang kekal (The Lord Is your Keeper and Shade, yesterday, today , tomorrow and Forever)

Di dalam Alkitab kita dikatakan bahwa Tuhan Allah akan menjaga engkau terhadap segala kecelakaan. Ia juga menjaga nyawamu. Dan bahkan Ia menjaga keluar masukmu dari sekarang sampai selama-lamanya.
“The Lord will Protect you
The Lord will keep your soul
The Lord will Guard your going out and your coming in
From this time forth and Forevermore”

Pemazmur mengatakan bahwa sebagai Penjaga dan Penaung kita yang kekal, Tuhan Allah bukan hanya menjaga kita dari para musuh yang hendak mencelakakan kita. Tetapi Ia juga menjaga kita dari segala macam kesukaran dan problema hidup kita. Kalau kita percaya bahwa Allah kita itu sempurna, itu berati bahwa segala rencana dan rancangannya sempurna. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi kita untuk cemberut akan kejadian yang tidak menguntungkan.

Tuhan Allah tidak pernah merancangkan kecelakaan bagi kita, namun tidak menutup kemungkinan besar kecelakaan itu terjadi dalam hidup kita. Itu artinya apa? Artinya kalaupun terjadi kecelakaan itu bukan dari Allah. Permasalahannya adalah Allah sering dijadikan “Kambing Hitam” Allah sering dituduh. Kita sering memfitnah Allah.

Rabi Harold Kushner menulis sebuah buku yang sangat laris tentang penderitaan , ia berikan judul “When Bad Thing Happen to Good People”. Buku ini ditulis karena pengalaman pribadinya menyaksikan anak lelakinya yang bernama Harun berjuang melawan penyakit ketuaan yang dideritanya. Tubuhnya masih muda tetapi ia menjadi tua dalam waktu singkat, botak , keriput dan akhirnya meninggal dunia.

Kushner menjelaskan bahwa ia telah belajar banyak tentang kasih Tuhan, namun ia mempertanyakan kuasa Tuhan. Ia percaya bahwa Tuhan itu baik, ia tidak suka melihat kita menderita, namun bagi Kusher sayangnya Tuhan itu tidak mempunayi kuasa yang cukup untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di dunia ini, terutama masalah yang dialami anaknya. Ia mengatakan bahwa jika kita mengharapkan Tuhan menolong kita keluar dari penderitaan, sepertinya terlalu banyak yang kita tuntut dari Dia. Lebih lanjut Kushner mengatakan Tuhan itu tidak mampu, maka jangan paksakan Dia. Pendapat Kushner sepertinya benar? Itu sebabnya bukunya menjadi laris bagi orang-orang yang sedang mengalami penderitaan dan kecewa pada Tuhan. Namun apakah hal ini benar?

Tatkala Ayub menderita, Tuhan Allah tidak mengatakan pada Ayub, maaf atau sorry Ayub; ini adalah masalah dirimu sendiri, jadi tidak ada sangkut pautnya dengan Aku. Atau Tuhan juga tidak katakan “Aku ingin sekali membantumu, namun Aku tidak mampu” Oh, Tuhan tidak berkata demikian.

Tetapi Ia justru berkata pada Ayub dalam pasal 38-41 , bahwa segala Kuasa ada pada-Nya, panjang lebar Tuhan Allah menguraikan nya pada Ayub. Hingga akhirnya Ayub berkata. Lihat Ayub 42 : 2 “Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal” Ayub 42 : 5 “ Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau, Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku, dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu”

Philip Yance bertanya, jika Tuhan itu memang terbatas kemampuan-Nya, mengapa Ia memilih situasi yang terburuk di mana kuasa-Nya diperlukan untuk menjelaskan tentang kuasa-Nya? Elie Wiesel seorang Yahudi yang lahir di Rumania, ia juga seorang pemenang Nobel thn 1986 berkomentar demikian “ Jika benar Tuhan yang digambarkan Kushner seperti itu, maka saya pikir Ia harus mengundurkan diri dan membiarkan seseorang yang lain menggantiakn posisi-Nya sebagai Tuhan.”

Tuhan Allah yang kita sembah tidak seperti yang digambarkan Kushner, bukan? Ia Tuhan yang kekal. Ia yang menjaga dan menaungi kita untuk selama-lamanya. Bagi orang yang berjalan bersama Tuhan, tidak ada keraguan jika ia gagal. Tidak ada kecemasan kalau kita tidak berhasil. Tidak ada penyesalan kalaupun kita susah. Karena rancangan Allah selalu indah pada waktunya. Rom 8:28 Kita tahu bahwa Allah mengatur segala hal, sehingga menghasilkan yang baik untuk orang-orang yang mengasihi Dia dan yang dipanggil-Nya sesuai dengan rencana-Nya. (BIS)